Welcome to My Blog

Welcome to my Blog

Rabu, 14 Maret 2012

09 . Jenis Dan Sumber Konflik

Fenomena Tawuran antar Pelajar

Tawuran sepertinya sudah menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia. Sehingga jika mendengar kata tawuran, sepertinya masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi. Hampir setiap minggu, berita itu menghiasi media massa. Bukan hanya tawuran antar pelajar saja artikel ini disalin dari website http://blog.tp.ac.id yang menghiasi kolom-kolom media cetak, tetapi tawuran antar polisi dan tentara , antar polisi pamong praja dengan pedagang kaki lima, sungguh menyedihkan. Inilah fenomena  yang terjadi di masyarakat kita.

Tawuran antar pelajar maupun tawuran antar remaja semakin menjadi semenjak terciptanya geng-geng. Perilaku anarki selalu dipertontonkan di tengah-tengah masyarakat. Mereka itu sudah tidak merasa bahwa perbuatan itu sangat tidak terpuji dan bisa mengganggu ketenangan masyarakat.Sebaliknya mereka merasa bangga jika masyarakat itu takut dengan geng/kelompoknya. Seorang pelajar seharusnya tidak melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti itu.
Biasanya permusuhan antar sekolah dimulai dari masalah  yang sangat sepele. Namun remaja  yang masih labil tingkat emosinya justru menanggapinya sebagai sebuah tantangan. Pemicu lain biasanya dendam Dengan rasa kesetiakawanan  yang tinggi para siswa tersebut akan membalas perlakuan yang disebabkan oleh siswa sekolah  yang dianggap merugikan seorang siswa atau mencemarkan nama baik sekolah tersebut.
Sebenarnya jika kita mau melihat lebih dalam lagi, salah satu akar permasalahannya  adalah tingkat kestressan siswa  yang tinggi dan pemahaman agama  yang masih rendah. Sebagaimana kita tahu bahwa materi pendidikan sekolah di Indonesia itu cukup berat . Akhirnya stress artikel ini disalin dari website http://blog.tp.ac.id yang memuncak itu mereka tumpahkan dalam bentuk artikel ini disalin dari website http://blog.tp.ac.id yang tidak terkendali yaitu tawuran.
Dari aspek fisik,tawuran dapat menyababkan kematian dan luka berat bagi para siswa. Kerusakan  yang parah p  ada kendaraan dan kaca gedung atau rumah  yang terkena lemparan batu.sedangkan aspek mentalnya , tawuran dapat menyebabkan trauma p artikel ini disalin dari website http://blog.tp.ac.id ada para siswa yang menjadi korban, merusak mental para generasi muda, dan menurunkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Setelah kita tahu akar permasalahannya , adalah bagaimana menemukan solusi artikel ini disalin dari website http://blog.tp.ac.id yang tepat untuk menyelesaikan persoalan ini. Dalam hal ini, seluruh lapisan masyarakat yaitu, orang tua , guru/sekolah dan pemerintah.
Pendidikan yang paling dasar dimulai dari rumah.Orang tua sendiri harus aktif menjaga emosi anak. Pola mendidik juga barangkali perlu dirubah.Orang tua seharusnya tidak mendikte anak, tetapi memberi ketel  adanan.Tidak mengekang anak dalam beraktifitas artikel ini disalin dari  yang positif. Menghindari kekerasan dalam rumah tangga sehingga tercipta suasana rumah  yang aman dan nyaman bagi tumbuh kembang si anak Menanamkan dasar-dasar agama  ada proses pendidikan. Tidak kalah penting  adalah membatasi anak melihat kekerasan yang dita yangkan Televisi. Media ini memang paling jitu dalam proses pendidikan.Orang tua harus pandai-pandai memilih tontonan yang positif sehingga bisa menjadi tuntunan buat anak.Untuk membatasi tantonan untuk usia remaja memang lumayan sulit bagi orang tua.Karena internetpun dapat diakses secara bebas dan orang tua tidak bisa membendung perkembangan sebuah teknologi Filter  yang baik buat anak  adalah agama dengan agama si anak bisa membentengi dirinya sendiri dari pengaruh buruk apapun dan dari manapun.Dan pendidikan anak tidak seharusnya diserahkan seratus persen  ada sekolah.
Peranan sekolah juga sangat penting dalam penyelesaian masalah ini. Untuk meminimalkan tawuran antar pelajar, sekolah harus menerapkan aturan tata tertib artikel ini disalin dari website http://blog.tp.ac.id yang lebih ketat, agar siswa/i tidak seenaknya keluyuran p  ada jam – jam pelajaran di luar sekolah. Yang kedua peran BK ( Bimbingan Konseling harus diaktifkan dalam rangka pembinaan mental siswa, Membatu menemukan solusi bagi siswa artikel ini disalin dari website http://blog.tp.ac.id yang mempunyai masalah sehingga persoalan-persoalan siswa artikel ini disalin dari website http://blog.tp.ac.id yang tadinya dapat jadi pemicu sebuah tawuran dapat dicegah. Yang ketiga mengkondisikan suasana sekolah artikel ini disalin dari website http://blog.tp.ac.id yang ramah dan penuh kasih sa artikel ini disalin dari website http://blog.tp.ac.id yang . Peran guru disekolah semestinya tidak hanya mengajar tetapi menggatikan peran orang tua mereka. Yakni mendidik.Yang keempat penyediaan fasilitas untuk menyalurkan energi siswa. Contohnya menyediakan program ektra kurikuler bagi siswa.P artikel ini disalin dari website http://blog.tp.ac.id ada usia remaja energi mereka tinggi, sehingga perlu disalurkan lewat kegiatan artikel ini disalin dari website http://blog.tp.ac.id yang positif sehingga tidak berubah menjadi agresivitas artikel ini disalin dari website http://blog.tp.ac.id yang merugikan.
Dalam penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler Ini sekolah membutuhkan prasarana dan sarana, seperti arena olahraga dan perlengkapan kesenian, artikel ini disalin dari website http://blog.tp.ac.id yang sejauh ini di banyak sekolah belum mem artikel ini disalin dari website http://blog.tp.ac.id adai, malah cenderung kurang. Oleh karenanya, pemerintah perlu mensubsidi lebih banyak lagi fasilitas olahraga dan seni. Dari segi hukum demikian juga.Pemerintah harus tegas dalam menerapkan sanksii hukum Berilah efek jerah p artikel ini disalin dari website http://blog.tp.ac.id ada siswa artikel ini disalin dari website http://blog.tp.ac.id yang melakukan tawuran sehingga mereka akan berpikir seratus kali jika akan melakukan tawuran lagi.Karena bagaimanapun mereka artikel ini disalin dari website http://blog.tp.ac.id adalah aset bangsa artikel ini disalin dari website http://blog.tp.ac.id yang berharga dan harus terus dijaga untuk membangun bangsa ini.
Perubahan sosial  yang diakibatkan karena sering terjadinya tawuran, mengakibatkan norma-norma menjadi terabaikan. Selain itu,menyebabkan terjadinya perubahan  ada aspek hubungan social masyarakatnya..
Dalam bukunya  yang berjudul “Dinamika Masyarakat Indonesia”, Prof. Dr. Awan Mutakin, dkk berpendapat bahwa sistem sosialyang stabil ( equilibrium ) dan berkesinambungan ( kontinuitas ) senantiasa terpelihara apabila terdapat adanya pengawasan melalui dua macam mekanisme sosial dalam bentuk sosialisasi dan pengawasan sosial (kontrol sosial).
  1. Sosialisasi maksudnya adalah suatu proses dimana individu mulai menerima dan menyesuaikan diri kep ada  adapt isti adat ( norma ) suatu kelompok  yang da dalam sistem social , sehingga lambat laun  yang bersangkutan akan merasa menjadi bagian dari kelompok  yang bersangkutan.
  2. Pengawasan sosial adalah, “ proses  yang direncanakan atau tidak direncanakan  yang bertujuan untuk mengajak, mendidik atau bahkan memaksa warga masyarakat, agar mematuhi norma dan nilai”. Pengertian tersebut dipertegas menjadi suatu pengendalian atau pengawasan masyarakat terh artikel ini disalin dari website http://blog.tp.ac.id adap tingkah laku anggotanya. (Soekanto,1985:113).


08. Dinamika Konflik

Managing organization Conflict
(Mengelola Konflik Organisasi)

Selain sebagai makhluk individu, manusia merupakan sebagai makhluk sosial Soekamto (1996 :24). Di mana keduanya bukan merupakan dikotomis yang tidak berhubungan, tapi merupakan titik yang terhubung dari sebuah garis linear. Yang pada kondisi tertentu titik tersebut akan bergeser dari domain makhluk individu menuju ke domain makhluk sosial, dikarenakan dinamika lingkungan yang semakin dinamis. Setiap individu dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang melekat di dalamnya memiliki sejumlah kebutuhan (primer, sekunder & tertier) yang harus dipenuhi, dan sesuatu yang ingin di capai dalam waktu sekarang dan mendatang untuk mempertahankan eksistensinya. Untuk mewujudkan kebutuhan dan tujuan yang diinginkan, tidak jarang membutuhkan bantuan atau kerja sama dengan individu lain, sehingga terbentuklah kelompok. Dalam perkembangan selanjutnya beberapa kelompok membentuk kelompok yang lebih besar dan dikenal dengan istilah organisasi. Robbins (2004 :4) mendefinisikan organisasi sebagai kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Dari pengertian tersebut, istilah kesatuan sosial berarti bahwa unit itu terdiri dari orang atau kelompok orang yang berinteraksi satu sama lain.
Terlepas dari apakah organisasi tersebut merupakan organisasi informal maupun formal, maka interaksi di antara anggota kelompok tidak bisa dihindarkan. Ketika di dalam sebuah organisasi telah terjadi interaksi antar individu yang ada, maka terjadinya konflik adalah merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan. Tepat apa yang dikatakan Lewis A. Coser (1972 :43), bahwa Konflik baik yang bersifat antar kelompok maupun intra-kelompok selalu ada ditempat orang hidup bersama.

Definisi Konflik

Brown (1998 :46), menyebutkan bahwa konflik merupakan bentuk interaksi perbedaan kepentingan, persepsi dan pilihan. Wujudnya bisa berupa ketidaksetujuan kecil sampai ke perkelahian. Thomson, sebagaimana dikutip Robbins (1994 : 450) mengambarkan konflik sebagai prilaku anggota organsiasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain. Prosesnya dimulai jika satu pihak merasa bahwa pihak lain telah menghalangi atau akan menghalangi sesuatu yang ada kaitannya dengan dirinya. Sementara Jones (2001:420) mendefinisikan konflik sebagai The clash that occurs when the goal-directed behavior of one group block or thwarts the goal another.
Sedangkan beberapa literatur menyebutkan makna konflik sebagai sebuah perbedaan pendapat diantara dua atau lebih anggota atau kelompok dan organisasi, yang muncul dari kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya yang langka atau aktivitas kerja dan mereka mempunyai status, tujuan, nilai atau pandangan yang berbeda, dimana masing-masing pihak berupaya untuk memenagkan kepentingan atau pandangannya.
Robbins (1994:451) menganalisis Persamaan dan perbedaan beberapa definisi di atas. Persamaan dari beberapa definisi terletak pada konsep mengenai oposisi, kelangkaan dan halangan. Dan asumsi bahwa terdapat dua pihak atau lebih yang kepentingannya atau tujuannya kelihatannya tidak cocok. Sementara Perbedaan di antara definisi-definisi itu cenderung berpusat pada maksud (yang merupakan perdebatan mengenai apakah prilaku yang menghalangi harus merupakan tindakan yang ditentukan atau apakah maksud itu terjadi sebagai akibat dari keadaan yang kebetulan saja). Dan apakah konflik adalah sebuah istilah yang hanya terbatas pada tindakan terbuka ( yang merupakan perdebatan dimana beberapa pihak meminta adanya tanda-tanda pertikaian atau pertarungan terbuka sebagai criteria bagi eksistensi konflik.)
Robbins (1994:451) kembali mempertegas, bahwa terlepas persamaan dan perbedaan tersebut, konflik harus dirasakan oleh pihak-pihak yang berhubungan dengannya. Apakah konflik tersebut memang ada, itu adalah masalah persepsi. Jika tidak ada yang merasakan adanya konflik, pada umumnya konflik dianggap tidak ada. Begitu juga sebaliknya. Sehingga Robbins lebih senang menggunakan definisi konflik sebagai pengakuan adanya kesadaran (persepsi), oposisi, kelangkaan dan halangan. Selanjutnya Robbins, mengasumsikan bahwa konflik merupakan tindakan yang ditentukan, yang dapat timbul pada tingkat yang tersembunyi atau terbuka.

Bentuk dan Jenis Konflik

Pembahasan mengenai apa sebenarnya konflik diatas membawa kita pada pemetaan pada bentuk dari konflik itu sendiri. Daft (1998:483) secara garis besar membagi konflik menjadi dua yaitu Intergroup Conflict atau konflik antar kelompok (vertical and horizontal Conflict) dan Interdepartemental Conflict atau Konflik antar departemen. Konflik vertical yaitu konflik yang terjadi diatara level yang berbeda dalam sebuah hirarki organisasi. Sedangkan konflik horisontal terjadi di antara kelompok atau departemen yang mempunyai level yang sama dalam sebuah hirarki organisasi.
Sedangkan Myer (1992 :453) membagi tiga bentuk konflik dalam organisasi, yaitu : 1) konflik pribadi, merupakan konflik yang terjadi dalam diri setiap individu karena pertentangan antara apa yang menjadi harapan dan keinginannya dengan apa yang dia hadapi atau dia peroleh. 2) konflik antar pribadi, merupakan konflik yang terjadi antara individu yang satu dengan individu yang lain, dan 3) konflik organisasi, merupakan konflik perilaku antara organisasi dimana anggota kelompok menunjukkan keakuan kelompoknya dan membandingkan dengan kelompok lain, dan mereka menganggap bahwa kelompok lain menghalangi pencapain tujuan atau harapan-harapannya.

Fokus Teori Organisasi

Agar supaya tidak terjadi tumpang tindih pemahaman konflik dari segi pembahasan Teori organisasi dan Prilaku Organisasi. Perlu kami tegaskan bahwa pembahasan makalah ini terfokus pada koordinasi antar unit sehingga kita melihat konflik sebagai akibat dari adanya kekurangan di dalam desain organisasi. Bukan terfokus pada konflik antar pribadi dan antar kelompok, sehingga semua konflik akan dilihat sebagai masalah manusia ( Fokus kajian Prilaku Organisasi).
Nilai-nilai Konflik dalam Masyarakat
Sebagai mana kita ketahui bahwa nilai-nilai yang diajarkan dan dianut dalam masyarakat kita selalu bersifat anti-konflik. Nilai-nilai persatuan, kesatuan, kerjasama dan gotong royong selalu ditekankan untuk dapat mencapai tujuan bersama. Di lain pihak, nilai-nilai demokrasi, musyawarah untuk mufakat juga menghargai perbedaan pendapat orang lain tidak jarang dikorbankan secara tidak proporsional demi menjaga kelestarian nilai-nilai sosial di atas. Sebagian besar dari kita masih cenderung memandang konflik sebagai hal yang harus dihindari bukan sebagai realita yang harus di-manage. Hal itu bisa kita lihat dalam idiom-idom yang sengaja diciptakan oleh komunitas masyarakat tertentu. sebagai contoh masyarakat jawa yang selalu berusaha untuk menciptakan kondisi masyarakat yang diidiomkan dengan “Gemah ripah loh jinawi tentrem rahardjo mbangun karso.” Idiom tersebut mengajarkan kepada masyarakat jawa menginginkan adanya masyarakat yang makmur dan terus membangun dalam suasana yang tentram. Proses membangun /mbangun karso akan terhambat jika konflik terjadi. Hal ini secara tidak langsung telah melegitimasi akan bahayanya konflik. Dalam konteks organisasi perusahanpun kurang lebih sama, sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Hardjana (2002 :5) terhadap 200 manajer di Jakarta dengan menggunakan metode Focus Group Discuss dengan pendekatan Naturalistis menunjukkan hasil dimana sebagian besar / 65 % para manajer masih menganggap konflik sebagai sesuatu yang merugikan dan harus dihindari.
Hal lain yang menyebabkan nilai-nilai anti konflik yang masih tinggi dalam masyarakat kita, disebabakan karena selama tiga dasawarsa sistem kenegaraan kita juga tidak mendukung terhadap munculnya konflik. Sistem demokrasi hampir tidak ada, perbedaan pendapat selalu dinihilkan. Pengambilan keputusan yang cenderung sentralis dan peran militer dalam kehidupan negara sangatlah dominan. Padahal kalau kita cermati secara mendalam dinamika kehidupan berorganisasi dalam bentuk, jenis dan ukuran apapun tidak akan terjadi tanpa adanya konflik. Kita perlu mempersepsi konflik sebagai realita yang tidak perlu dihindari apalagi ditakuti sehingga bisa membuat kehidupan organisasi menjadi stagnan. Sebaliknya konflik harus diterima sebagai “mesin” dinamika organisasi yang harus dikelola secara cerdas. Karena dalam kenyataannya, konflik tidak selamanya bersifat destruktif.
Dalam konteks pemikiran seperti itulah, konflik juga tidak identik dengan kegagalan atau kemunduran, tapi merupakan awal sebuah dinamika. Karena di tengah terjadinya konflik sebenarnya sedang berlangsung proses reparadigming. Lebih dari itu, pola belajar dan bekerja yang hanya menggarisbawahi hal-hal yang jelas dan kaku sebenarnya tidak memiliki learning values. Bahkan, mudah membuat seseorang hidup berputar-putar dalam tempurung paradigma yang sama dan membelenggu, tidak bergairah serta statis. Untuk itulah konflik sebagai unsur dinamis dari kehidupan berorganisasi betapapun kecilnya perlu dikelola dengan tepat, cepat dan profesional. Mengelola konflik merupakan salah satu kunci utama dalam meraih performance yang optimal dalam setiap organisasi. Namun sering dalam praktek persepsi demikian tampaknya masih timpang. Selama ini organisasi tanpa konflik selalu dipersepsi sebagai kondisi ideal, harmonis, pantas di-”bencmark”. Jarang sekali kita memandang konflik sebagai “vitamin” kehidupan organisasi, tapi justru sebagai virus pembawa “penyakit”. Padahal bila konflik dikelola secara cerdas akan sangat dekat korelasinya dengan kehidupan organisasi yang dinamis dan efektif. Bagaimana mungkin organisasi hidup tanpa mengalami konflik yang membangun dinamika.
Dalam tataran organisasi kenegaraan misalnya, Taiwan sanggup membangun negaranya menjadi salah satu “Macan” Asia yang berhasil dalam berbagai bidang kehidupan yang memakmurkan rakyat ditengah konfliknya dengan Republik Rakyat Cina. Korea Selatan juga demikian, ditengah konfliknya dengan Korea Utara. Para pemimpin Singapura selalu mengingatkan rakyatnya bahwa mereka tidak mempunyai apa-apa selain sumber daya manusia, tidak seperti negara-negara disekitarnya yang kaya akan sumber daya alam. Negara-negara tersebut selalu menempatkan dan mengelola konflik sebagai sesuatu yang memotivasi untuk selalu menjadi lebih baik. Dasar pemikiran mereka sederhana saja. Orang yang merasa terancam karena terlibat konflik tidak akan mempersepsi konflik sebagai sesuatu musibah, namun sebaliknya sebagai pemicu dinamika yang dasyat dalam rangka menggapai kemajuan yang lebih baik. Tidak heran Lu Xan mengatakan bahwa kita harus berani menyatakan “perang” terhadap Amerika. Tentu saja bukan perang fisik melalui adu senjata, melainkan perang intelektual, kreativitas dan tekhnologi.
Malaysia, lewat kepemimpinan Mahatir Muhammad yang dijuluki “a Little Soekarno” atau Mr MM. Telah berhasil menstimuli dan mengelola konflik menjadi sesuatu yang fungsional. Di mana pada awal tahun 1980an disaat partainya (UMNO) mulai berkuasa dan mengantarkannya ke kursi perdana menteri telah berhasil menyelesaikan konflik dengan lawan-lawannya. Dan setelah berkuasa dia menerapkan manajemen konflik yang jitu lewat menstimulius konflik dengan selalu meneriakkan semangat nasionalisme, persatuan, dan kerja keras sebagai bangsa timur agar tidak dipermainkan dan diperalat oleh bangsa barat. Bahkan dalam setiap forum baik regional (ASEAN) maupun internasional ( UN, OKI) selalu berteriak dengan lantang bahwa kita sebagai negara timur jangan mau dijadikan sebagai Cooli in the Natioon dan dianggap sebagai The Nation among in the Cooli. Kalimat yang sering dikemukakan Soekarno pada awal kemerdekaan, untuk memotivasi para pejuang kemerdekaan. Fakta telah menunjukkan Mr. MM telah berhasil membawa negara Malaysia sebagai The New Industrial Country dengan beberapa indicator diantaranya Income percapita dan Human Resource Development Indeks yang tinggi, jauh meninggalkan negara-negara asia lainnya. Hal itu tidak terlepas bagaimana teknik stimulasi konflik yang telah berhasil meningkatkan semangat dan motivasi masyarakat Malaysia untuk terus belajar, berjuang dan bekerja keras. Mohammad ( 2000 : 67)
Tapi banyak pula, contoh-contoh bagaimana sebuah konflik gagal di kelola, sehingga efektivitas organisasi menurun bahkan terjadi perpecahan. Uni Soviet pada saat kepemimpinan M. Gorbacev lewat teknik resolusi yang dikenal dengan Glasnost and Perestroika adalah salah satu bukti bagaimana konflik gagal dikelola dengan baik, yang pada akhirnya negara tersebut pecah menjadi 18 negara-negara bagian baru diantaranya Slovania,Croasia, Cekoslavia, Lituania, dan negara-negara kecil lainnya. Yang lebih menarik di sini, Haikal (1978 :220) Bahwa sebetulnya teknik-teknik mengelola konflik telah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW pada 14 abad yang lalu atau tahun pertama Nabi Hijrah dari kota Mekkah ke sebuah oase kecil yang bernama Yastrib (yang pada akhirnya diberi nama Madinah) Dimana pada saat itu Konflik, Trik dan intrik antara kaum muhajirin dan kaum anshar begitu dahsyat yang akhirnya berhasil diselesaikan dengan lahirnya piagam Madinah. Proses itu menunjukkan sebuah langkah politik atau manajemen konflik yang bijaksana sekali dan sekaligus menunjukkan adanya suatu perhitungan yang tepat serta pandangan jauh kedepan dari seorang Muhammad ketika menjadi pemimpin, dan sejarah telah mencatat, bahwa pada akhirnya Madinah menjadi Trading Center, Civilizasion center, dan merupakan ideal type dari sebuah peradaban pada waktu itu.
Pandangan Tradisional & Interactionist
Pada hakekatnya terdapat dua pandangan utama dalam memandang konflik, yaitu pandangan tradisional dan interactionist. Robbins (1994 : 453) Dalam pandangan tradisional, konflik diidentikkan dengan kekerasan, kehancuran dan irasionalitas sehingga akan mengganggu kerjasama untuk mencapai tujuan organisasi. Sehingga dalam konsep pemikiran demikian, konflik selalu mengandung pengertian negatif, jelek dan destruktif. Tangungjawab manajemen adalah mencegah timbulnya konflik sampai ke akar-akarnya. Sebaliknya, dalam pandangan interactionist, konflik justru mendorong terjadinya efektifitas organisasi, dalam bentuk perubahan dan pengambilan keputusan yang lebih baik. Tanpa konflik, suatu organisasi akan statis, apatis dan tidak responsif. Namun, agar konflik dapat fungsional maka harus dikendalikan secara cerdas dan profesional, sehingga efektivitas organisasi akan optimal. Dalam pandangan ini, bukan berarti semua konflik adalah fungsional. Pasti ada konflik yang menimbulkan pengaruh negatif terhadap keefektifan organisasi. Dalam hal demikian, manajemen harus berusaha mengurangi konflik tersebut.
Hubungan Konflik dengan Efektivitas Organisasi
Pada awal makalah ini telah dipertegas, bahwa pada kondisi tertentu peran manusia sebagai makhluk individu bergeser ke makhluk sosial. Sehingga secara tidak langsung mengharuskan adanya pergeseran pemahaman dari konflik itu sendiri dari pandangan tradisional ke interactionist. Karena konflik akan selalu ada di mana terdapat interaksi atau kehidupan bersama. Hal ini menyebabkan munculnya pandangan bahwa konflik dapat meningkatkan efektifitas organisasi, dengan terus memanage konflik itu sendiri. Berikut adalah gambar dan tabel yang menunjukan hubungan antara konflik dengan efektivitas organisasi.
Berdasarkan gambar dan tabel di bawah dapat dijelaskan bahwa manajer harus berusaha mempertahankan konflik pada tingkat yang optimal dan jenis konflik yang fungsional. Sehingga akan didapatkan karakteristik internal organisasi yang bergairah, kritis terhadap diri sendiri dan inovatif dan pada akhirnya kefektifan organisasi akan tercapai. Sementara apabila konflik berada pada tingkat yang tinggi, jenis konflik sudah mengarah pada disfungsional dan sifat internal organisasi mengarah pada perpecahan, yang berakibat pada rendahnya efektifitas organisasi maka manajer harus meresolusi konflik sehingga kembali pada tingkat yang optimal. Tapi apabila tingkat konflik rendah, dan sifat internal organisasi yang cenderung apatis, stangnan dan tidak responsive dan efektifitas organisasi juga rendah maka menstimulasi konflik adalah solusi yang tepat bagi manajer.

Sumber-Sumber Konflik

Tanpa melupakan faktor-faktor lain penyebab munculnya konflik, Robbins (1994 : 457) memfokuskan pada sumber-sumber konflik yang bersumber dari struktur organisasi. Diantaranya, 1) Saling Ketergantungan Pekerjaan, 2) Ketergantungan pekerjaan satu arah, 3) Diferensiasi Horizontal yang tinggi, 4) Formalisasi yang rendah, 5) Ketergantungan pada sumber bersama yang langka, 6) Perbedaan dalam criteria evaluasi dan sistem imbalan, 7) Pengambilan keputusan partisipatif, 8) Keanekaragaman Anggota, 9) Ketidaksesuaian Status, 10) Ketidakpuasan peran, 11) Distorsi Komunikasi.
Sedangkan Daft (1998 :487) menguraikan lebih luas dari Robins dengan menguraikan faktor-faktor penyebab konflik tidak hanya sekedar permasalahan struktur, tapi meliputi : 1)Environment, 2) Organization Size, 3) Technology, 4) Goals dan 5) Structure. Sementara Jones (2001 : 422) dalam bagian dari Pondy’s model menyebutkan lima sumber konflik diantaranya 1) Interdependence, 2) Differnces in Goals and Priorites, 3) Bureaucratic Factors, 4) Incompatible Performace Criteria dan 5) Competition For Scarce Resources.
Berdasarkan sumber-sumber konflik yang dikemukakan oleh ketiga ahli tersebut, pada intinya relatif sama, yang sedikit berbeda adalah beberapa hal (sumber konflik) yang dikemukakan Daft, yang menganalisis sumber konflik tidak hanya yang bersumber dari struktur tapi juga dari luar struktur yaitu Technology, dan Environment. Sehingga dari apa yang diuraikan ketiga ahli tersebut, kami memberanikan diri (baca : Perlu diadakan diskusi lebih lanjut) memetakan dua sumber kelompok dari konflik, agar supaya memudahkan pemahaman kita, yaitu kekuatan yang bersumber dari struktur (internal). Dan kekuatan eksternal yaitu Technology dan Environment. Sehingga pembahasan sumber konflik kedepan dalam makalah ini didasarkan pada pengelompokkan tersebut.
Tabel 2. Sumber-Sumber Konflik.
Sumber Konflik
Internal Eksternal
Saling Ketergantungan Pekerjaan Environment
Ketergantungan pekerjaan satu arah Technology
Diferensiasi horizontal yang tinggi
Formalisasi yang rendah
Ketergantungan pada sumber bersama yang langka
Perbedaan dalam kriteria Evaluasi & Sistem Imbalan
Peengambilan keputusan partisipatif
Keanekaragaman Anggota
Ketidaksesuaian Status
Ketidaksesuaian Peran
Distorsi komunikasi
Birokrasi
Kriteria Kinerja Yang tidak sesuai
Sumber : Diolah berbagai sumber
Sumber Konflik dari Internal / Struktur Organisasi :
  • Saling Ketergantungan Pekerjaan
Kesaling tergantungan pekerjaan merujuk kepada sejauh mana dua unit dalam sebuah organisasi saling tergantung satu sama lain pada bantuan, informasi, kerelaan, atau aktivitas koordinasi lain untuk menyelesaikan tugas masing-masing secara efektif.
  • Ketergantungan Pekerjaan Satu Arah
Sumber konflik ini berlawanan dengan kesalingtergantungan, ketergantungan satu arah berarti keseimbangan kekuasaan telah bergeser ke salah satu kelompok. Prospek dari munculnya konflik dalam kondisi seperti ini pasti lebih tinggi karena unit yang dominan mempunyai dorongan yang sedikit saja untuk bekerja sama dengan unit yang berbeda di bawahnya.
  • Diferensiasi Horisontal yang Tinggi
Makin besar perbedaan yang terdapat di antara unit, makin besar pula kemungkinan timbulnya konflik. Jika unit-unit dalam organisasi amat didiferensiasi, maka tugas yang dilakukan masing-masing unit dan sub lingkungannya yang ditangani oleh masing-masing sub unit cenderung tidak sama. Hal ini pada gilirannya, akan mengakibatkan terjadinya perbedaan internal yang cukup besar diantaranya unit-unit. Hal ini diperkuat pendapat Howard E, Aldrich (1979 :94) yang menyatakan bahwa diferensiasi horizontal yang tinggi akan menyebabkan tujuan, orientasi waktu dan falsafah manajemen yang berbeda-beda diantara unit-unit., hasil pengamatan yang dilakukannya di sebuah perusahaan manufaktur menunjukkan bahwa orang-orang di bagian produksi cenderung mempunyai perspektif jangka pendek. Sebaliknya, para peneliti di laboratorium dalam perusahaan yang sama cenderung mempunyai masa orientasi yang lebih panjang. Hal ini disebabkan pelatihan yang mereka dapat telah mendoktrin suatu perspektif waktu yang berbeda ditambah tuntutan pekerjaan yang memperkuat orientasi tersebut. Tentu saja, differnsiasi yang tinggi tidak dengan sendirinya mengakibatkan konflik. Harus ada Trade Off diantara perbedaan orientasi tersebut.
  • Formalisasi yang rendah
Peraturan dibuat untuk mengurangi konflik dengan mengurangi kedwiartian. Formalisasi yang tinggi membangun cara-cara yang distandarisasi bagi unit-unit untuk saling bergaul. Penetapan mengenai peran harus jelas sehingga para anggota unit tersebut mengetahui apa yang diharapkan dari yang lain. Sebaliknya, jika formalisasi itu rendah, potensi terjadinya pertikaian mengenai batas-batas kekuasaan akan meningkat.
  • Ketergantungan Pada Sumber Bersama yang Langka
Potensi konflik dipertinggi jika dua unita atau lebih bergantung pada pool sumber yang langka seperti ruang gerak fisik, peralatan, dana operasi, alokasi anggaran modal. Potensi tersebut meningkat lebih lanjut jika anggota-anggota unit merasakan bahwa kebutuhan individualnya tidak dapat diperolehnya dari pool sumber daya yang tersedia ketika kebutuhan unit lain dipernuhi. Jika unit-unit merasakan situasi tersebut sebagai “zero-sum”, apapun yang anda peroleh berasal dari saya-anda dapat memperkirakan bahwa konflik antar unit, impian tentang hal-hal yang besar, memonopoli sumber daya, dan prilaku lainnya kemungkinan akan mengurangi keefektifan organisasi.
  • Perbedaan dalam Kriteria Evaluasi dan sistem Imbalan
Makin banyak evaluasi dan imbalan manajemen yang menekankan prestasi setiap departemen secara terpisah-pisah dari pada secara gabungan, maka mkin besar pula konfliknya.
  • Pengambilan Keputusan Partisipatif
Demokrasi dan konflik merupakan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Dalam situasi seperti itu setiap anggota organisasi mempunyai peluang yang cukup besar untuk diikutkan dalam proses pengambilan keputusan. Proses partisipatif memberi kesempatan yang lebih besar untuk mengutarakan perselisihan yang ada dan untuk menimbulkan ketaksepakatan. Kemungkinan ini khususnya dapat terjadi jika perbedaan nilai yang sebenarnya terdapat diantara para peserta. Penelitian menunjukkan bahwa interaksi yang tinggi yang terjadi dalam partisipasi dapat memperkeras perbedaan ketimbang memudahkan koordinasi dan kerja sama. Hasilnya adalah perbedaan opini yang lebih besar serta kesadaran yang lebih besar tentang konflik. Dalam banyak hal, intensitas konflik tersebut mungkin tidak lebih besar setelah partisipasi dibandingkan sebelumnya, tetapi hal itu cenderung untuk memindahkan konflik dari ayng laten ke yang terbuka.
  • Keanekaragaman Anggota
Makin homogen anggota, makin besar kemungkinan mereka bekerja dengan tenang dan bersama-sama, makin heterogen anggota makin kecil kemungkinan mereka bekerja dengan tenang dan bersama-sama. Heterogenitas bisa berupa latar belakang, nilai-nillai, pendidikan, umur dan pola-pola sosial.
Selaras dengan hipotesis diatas, kita dapat menjamin bahwa masa kerja sebuah kelompok akan berhubungan secara terbalik dengan konflik. Artinya, makin lama para anggota menjalin kerja sama, maka makin besar pula kemungkinannya bahwa mereka akan bergaul dengan baik pula. Banyak penelitian membenarkan proposisi tersebut. Ronald G. Corwin, (1969 :20) melakukan penelitian di sebuah sekolah, ditemukan bahwa konflik paling tinggi terjadi antara para dosen yang masih muda dan yang masa kerjanya yang paling pendek dan terendah dengan dosen / anggota yang lebih tua. Dari hasil penelitian ini kita bisa merefleksikan bahwa, unit-unit yang baru saja didirikan dengan personalia yang seluruhnya baru atau unit-unit yang mengalami tingkat keluar masuk yang tinggi di antara para anggotanya akan lebih mudah mendapatkan konflik.
  • Ketaksesuaian Status
Konflik terstimulus jika terjadi ketaksesuaian dalam penilaian status atau karena adanya perubahan dalam hirarki status. Jhon A. Seiler (1963 :32) menemukan, peningkatan konflik ditemukan jika tingkat dimana status pribadi, atau bagaimana orang melihat pribadinya sendiri, dan tingkat dari perwakilan dari departemen berbeda dalam urutan tingkatan dimensi status. Dimensi tersebut antara lain lamanya masa kerja, umur, pendidikan, dan upah. Bukti lebih lanjut , bahwa konflik akan muncul jika tidak ada konsistensi dalam status ditemukan dalam kajian klasik William F Whyte : 1948 tentang industri rumah makan. Konflik ditemukan jika para pelayan yang berstatus rendah memberi “perintah” kepada koki yang berstatus tinggi. Karena adanya ketidaksesuaian antara prakarsa dan status, maka para koki dipersepsikan berada pada tingkat prestise yang lebih rendah.
  • Ketakpuasan Peran
Yang dekat dengan ketaksesuaian status adalah ketakpuasan peran. Ketakpuasan peran dapat berasal dari sejumlah sumber, salah satu diantaranya adalah ketakpuasan status. Jika seseorang merasa bahwa ia berhak mendapatkan promosi untuk mencerminkan rekor keberhasilannya, maka ia menderita ketakpuasan peran maupun ketaksesuaian status yang dipersepsikan. Namun, pada bagian ini, kami ingin menekankan bahwa cara orang mempersepsikan dirinya sendiri dalam posisi masing-masing dapat cukup mempengaruhi prestasi mereka dan dengan demikian potensi bagi timbulnya konflik antara mereka dengan teman sejawatnya dalam unit mereka dan unit-unit yang berdampingan.
Jika orang menerima sebuah peran, maka ia membawa serta sejumlah harapan dan aspirasi, Jika harapan-harapan tersebut tidak dipenuhi, Misalnya, jika pekerjaan mereka tampaknya tidak mencukupi maka individu tersebut dapat memperlihatkan frustasi mereka dalam sejumlah tindakan. Ada yang mengundurkan diri, ada yang mengurangi usaha yang mereka berikan pada pekerjaan mereka, yang lainnya lagi memilih untuk melawan. Kelompok terakhir ini dapat menjadi penstimuli konflik berkepanjangan. Mencari-cari masalah, menyebarkan desas-desus, memutarbalikkan dan mengubah fakta sehingga terjadi kekacauan, serta tindakan yang kurang lebih sama. Orang-orang demikian, dan semua organisasi yang besar paling tidak mempunyai satu kelompok seperti itu, tampaknya merasa senang jika dapat mengacaukan sistem yang ada. Sejauh mana mereka memperoleh kawan dalam usaha mereka, sejauh itu mereka dapat menjadi sumber utama konflik.
  • Distorsi Komunikasi.
Salah satu sumber konflik yang sering dikemukakan adalah kesukaran dalam komunikasi. Kasus yang jelas adalah komunikasi vertical dan horizontal, yang mana dalam proses komunikasi tersebut sering terjadi kedwiartian dan distorsi.
Disamping itu kesukaran semantic seringkali menjadi masalah dalam organisasi. Kesukaran itu menghalangi komunikasi yang penting bagi uasaha kerja sama diantara unit-unit. Kesukaran semantic dapat disebabkan oleh pendidikan, latar belakang dan proses sosialisasi yang dilalui para anggota unit yang berbeda-beda.
Sementara Aliran pragmatisme mengatakan bahwa, sumber konflik komunikasi bisa disebabkan karena sebuah unit dengan sengaja menyembunyikan informasi terhadap unit lainnya, karena informasi dapat membantu perolehan kekuasaan. Maka, sangat realistis jika informasi yang penting dengan sengaja dirahasiakan, konflik dapat berkembang. Tapi yang menarik, apabila kondisi diatas berlaku sebaliknya, tidak pula menjamin bahwa konflik tidak akan ada. Richard E Walton (1996 : 42) beradasrkan kajiannya justru konflik akan meningkat jika unit-unit itu mempunyai pengetahuan yang cukup banyak mengenai aktivitas departemen lainnya. Mengapa demikian ? Pengetahuan yang menyeluruh membuat kepentingan semua pihak menjadi terlihat dan memperlihatkan suatu atau semua ketaksamaan yang ada. Pengetahuan yang tidak sempurna, sebaliknya, menutupi kepentingan diri sendiri, menghilangkan ketaksamaan, dan membuat koordinasi semakin mudah. Kita dapat menyimpulkan bahwa komuniasi yang berbeda-beda dapat menjadi sumber konflik. Komunikasi yang tidak cukup atau yang tidak jelas dapat menstimuli konflik. Demikian juga halnya informasi yang sempurna atau komplit.
  • Ø Birokrasi, Cara hubungan antar tugas berkembang dalam organisasi, juga dapat menjadi potensi munculnya konflik. Konflik juga dapat terjadi karena tidak konsistennya status antar kelompok-kelompok yang berbeda dalam birokrasi organisasi. Tipe klasik konflik birokrasi terjadi antara staf dengan fungsi lini. Suatu fungsi lini dalam organisasi terkait langsung dengan proses produksi. Pada suatu perusahaan manufaktur, produksi adalah fungsi lini; di rumah sakit, dokter adalah fungsi lininya; dan di universitas, profesor adalah fungsi lininya. Fungsi staf yaitu memberi dorongan kepada fungsi lini dengan melibatkan fungsi-fungsi lainnya seperti personalia, akuntansi dan pembelian. Di banyak organisasi, para pekerja pada fungsi lini memandang diri mereka sendiri sebagai sumberdaya yang paling penting dari organisasi, dan pekerja di fungsi staf sebagai pemain kedua. Dengan pendirian seperti itu, fungsi lini secara terus menerus berusaha untuk menempatkan keinginannya diatas keinginan fungsi-fungsi lain dalam organisasi. Hasilnya adalah konflik.
  • Ø Kriteria Kinerja Yang Tidak Sesuai, Kadangkala konflik antar subunit terjadi bukan perbedaan tujuan, tetapi karena cara organisasi dalam memonitor, mengevaluasi dan menghargai subunit-subunit yang berbeda. Konflik antara bagian produksi dan penjualan dapat terjadi ketika untuk mencapai tujuan peningkatan penjualan, bagian penjualan menuntut bagian produksi untuk memenuhi permintaan pelanggan secepatnya, -suatu aksi yang dapat meningkatkan biaya produksi. Bila sistem insentif perusahaan menguntungkan bagian penjualan (yang mendapat bonus lebih besar karena dapat meningkatkan jumlah produk terjual), tetapi merugikan bagian produksi (yang tidak mendapatkan bonus karena biaya produksi yang justru meningkat), maka akan menimbulkan konflik. Cara perusahaan merancang strukturnya untuk mengkoordinasikan subunit-subunit, dapat menjadi potensi konflik.

Sumber konflik dari Eksternal / lingkungan:
  • Ø .Environment
Sebagaimana telah di bahas dalam bab-bab terdahulu, bahwa lingkungan mempunyai peranan yang penting dalam keberlangsungan sebuah organisasi. Kekuatan-kekuatan lingkungan yang mempengaruhi secara langsung mapun tidak langsung jika tidak dimanaj dengan baik akan menimbulkan konflik. Misalkan saja, Tim R&D, gagal dalam melakukan riset pasar, sehingga produk tidak secara maksimal diterima konsumen, maka kondisi ini akan memunculkan konflik antara pihak-pihak interbal yang merasa dirugikan.
  • Ø Technology
Dengan adanya Teknologi, memungkinkan adanya alokasi tugas antar departement yang mengakibatkan saling ketergantungan antar departemen. Kelompok yang mempunyai tugas saling tergantung lebih sering dan harus berbagi sumber daya. Saling ketergantungan menciptakan situasi yang sering mendorong kearah konflik.
Dampak, Resolusi dan Stimuli Konflik.
Jika kita sepakat dengan pandangan interactionist, konflik tidak bisa dihindari. Bagi organisasi yang terpenting adalah bagaimana mengelola konflik agar efektif bagi organisasi. Konflik bisa berdampak negatif, seperti melemahnya hubungan antar pribadi, keterasingan, mudah marah/ tersinggung, dan lain-lain. Pada level organisasi konflik membawa dampak negatif berupa pemborosan energi, menurunnya rasa saling percaya, kurangnya kerja sama antar kelompok, dan terganggunya pencapaian tujuan organisasi. Konflik jika dikelola dengan baik akan berdampak positif dan konstruktif bagi organisasi, diantaranya sebagai tanda peringatan dini terhadap masalah yang muncul, sebagai katub pengaman, meningkatkan interaksi dan keterlibatan kelompok untuk berdiskusi menyelesaikan masalah yang timbul, menumbuhkan kreativitas, menjembatani penyelesaian masalah, serta menguji ide-ide yang muncul dari anggota organisasi.
Karakteristik Perilaku Individu Jika Terjadi Konflik
Jika konflik terjadi, menurut Daft (1998 : 485) akan muncul berbagai perubahan perilaku dalam kelompok, yaitu :
  1. Individu dalam suatu kelompok akan mengidentifikasi dirinya dengan kelompoknya dan menganggap seolah-olah dirinya terpisah dari kelompok lain.
  2. Kehadiran kelompok lain akan mengundang perbandingan antara “kelompok kami” dan “kelompok merreka.”
  3. Jika suatu kelompok terlibat konflik dengan kelompok lain maka anggota kelompoknya akan cepat menyatu dengan anggota kelompoknya.
  4. Anggota suatu kelompok cenderung memandang kelompok lain sebagai rival.
  5. Anggota kelompok cenderung menonjolkan arogansi dan merremehkan kelebihan atau keberhasilan kelompok lain.
  6. Komunikasi antar kelompok yang berkonflik akan menurun bahkan tersumbat.
  7. Kelompok yang berkonflik dengan kelompok lain akan cepat melempar kesalahan kepada kelompok lain.
  8. Konflik antar kelompok yang diikuti perubahan pada persepsi dan permusuhan terjadi secara alamiah, dalam situasi normal.
Konflik dalam sebuah organisasi, baik antar pribadi dalam suatu kelompok maupun konflik antar kelompok dalam suatu organisasi dipastikan akan selalu ada. Tugas manajer adalah mengarahkan dan mengendalikan agar konflik berada pada level yang sedang / moderat dan efektif bagi organisasi. Sehingga teknik resolusi sangat diperlukan dalam memanage konflik.
Teknik Resolusi
Robins (1994 :465) menawarkan teknik-teknik resolusi yang bersumber pada struktur untuk mengurangi konflik, jika tingkat konflik sudah berada pada level yang mengakibatkan tidak efektifitasnya organisasi.
Teknik-teknik resolusi tersebut antara lain :
  • Ø Tujuan Superordinate
adalah tujuan bersama yang dianut oleh dua unit atau lebih yang memaksakan dan sangat menarik dan yang tidak dapat dicapai dengan sumber-sumber dari unit mana saja secara terpisah. Teknik resolusi ini dimulai dengan sebuah definisi dari tujuan yang dipunyai bersama dan pengakuan bahwa tanpa bantuan dari pihak-pihak yang saling bertentang maka tujuan itu tidak dapat dicapai. Dari hasil penelitian Muzafer (1966 :93) menyimpulkan bahwa dalam keadaan dimana konflik berkembang dari tujuan yang tidak kompatibel, penggunaan tujuan superordinate harus meningkatkan kerja sama.
  • Ø Mengurangi Kesalingtergantungan Antar Unit
Teknik ini pada umumnya digunakan jika konflik bersumber dari saling ketergantungan mutual dan satu arah. Penyangga (buffer), misalnya, dapat diperkenalkan untuk mengurangi saling ketergantungan tersebut. Jika Output dari unit A adalah input untuk unit B, maka B bergantung pada unit A. jika A terlambat maka B juga akan terganggu. Salah satu solusinya adalah dengan membuat suatu persediaan (inventory) dari output A sebagai suatu penyangga.
  • Ø Perluasan Sumber Daya
Jika konflik muncul karena kelangkaan sumber daya, maka cara termudah untuk memecahkan konflik tersebut adalah adalah melalui perluasan sumber daya yang tersedia. Hal ini mungkin tidak diinginkan oleh pihak lain yang berada di luar konflik, tetapi kekuatan terbesarnya sebagai sarana untuk memecahkan masalah adalah dalam kemampuannya untuk memungkinkan masing-masing pihak yang berkonflik untuk memperoleh kemenangan.
Memperluas sumber daya sebagai suatu penyelesaian konflik akan sangat berhasil karena membuat pihak-pihak yang berkonflik puas. Namun kegunaannya dibatasi oleh sifat dari keterbatasan yang terdapat didalamnya, sumber daya organisasi jarang sekali terdapat dalam jumlah yang dapat diperluas dengan mudah.
  • Pemecahan Masalah Bersama
Teknik ini menuntut pihak-pihak yang berkonflik untuk saling bertemu dan mencari penyebab yang menjadi dasar dari konflik mereka dan bertanggung jawab bersama untuk keberhasilan resolusinya. Metode ini telah dinyatakan sebagai metode yang paling sehat untuk memecahkan konflik antar kelompok. Pemecahan masalah, dengan metode ini mencoba untuk “menekankan yang positif” dengan menonjolkan pandangan yang sama dari pihak yang berkonflik. Karena hampir setiap masalah selalu terdapat celah yang memungkinkan pihak yang berselisih bersepakat. Hal ini yang sering dilupakan oleh pihak-pihak yang berkonflik.
  • Ø Sistem Naik banding,
Resolusi konflik dapat ditangani dengan menciptakan saluran formal agar keluhan dapat di dengar dan ditanggapi. Organisasi yang mempunyai serikat pekerja merupakan contoh yang sangat baik untuk teknik naik banding untuk mengatasi masalah antara pekerja dan manajemen dengan membawa permasalahan ketingkat manajemen yang lebih tinggi. Namun dalam kondisi tertentu, dalam upaya naik banding dan permasalahan belum terselesaikan maka upaya penyelesaannya pada umumnya memerlukan pihak ketiga yang bisa bersikap netral. Bahkan organisasi tertentu menciptakan posisi untuk seorang ombudsman (seorang yang diangkat perusahaan untuk menangani perselisihan).
  • Wewenang Formal
wewenag yang dipunyai supervisor terhadap pihak yang berkonflik cukup penting dan penggunaannya demikian meluas sehingga dapat dianggap sebagai sebuah teknik resolusi tersendiri. Individu dalam organisasi, dengan sedikit pengecualian, mengakui dan menerima wewenang dari atasan mereka sebagai cara yang dapat diterima untuk memecahkan konflik. Meskipun mereka mungkin tidak sepakat dengan keputusan tersebut, namun mereka tunduk kepadanya. Jadi, wewenang yang formal sangat berhasil untuk mengurangi konflik.
  • Ø Interaksi yang makin Bertambah
Interkasi yang terus menerus akan mengurangi konflik, karena dengan berinteraksi mereka akan menemukan kepentingan dan ikatan yang sama yang dapat memudahkan kerja sama.
  • Ø Kriteria Evaluasi untuk Seluruh Organisasi dan sistem Pemberian Imbalan
Jika pemisahan evaluasi dan imbalan menciptakan konflik, manajemen harus mempertimbangkan ukuran prestasi yang mengevaluasi dan memberi imbalan kepada unit-unit yang bekerja sama. Penghapusan situasi zero-sum dapat menguntungkan. Dengan memastikan, misalnya, bahwa kendali mutu, auditing, dan fungsi kebijaksanaan lainnya dievaluasi untuk kontribusi pencegahan dalam menemukan kesalahan akan mengurangi konflik. Selain itu, pelembagaan seluruh organisasi, pembagian keuntungan atau perencanaan pemberian bonus akan membantu meningkatkan orang bahwa perhatian utama organisasi adalah pada keefektifan keseluruhan sistem, bukan pada salah satu unit saja.
  • Ø Membaurkan Unit yang sedang Berkonflik
Teknik ini menawarkan solusi dengan menyarankan salah satu fihak yang berkonflik memperluas batas-batasnya dan menyerap sumber kejengkelannya, atau mereka meng-coopt pihak lawan / pengkritik dengan membaurkan mereka ke dalam sistem itu. Misalnya, bagaimana sistem sekolah dasar dan menengah menggunakan teknik yang sama jika mereka mengizinkan orang-orang yang kritis terhadap kurikulum untuk turut serta dalam meninjau kembali dan mengevaluasi program dan kebijaksanaan tersebut.
Dengan argumen yang relatif sama, bahwa suatu organisasi harus menyeimbangkan akan kebutuhan konflik yang baik (good conflict) – yaitu yang mengatasi inersia dan memungkinkan pembelajaran baru bagi organisasi – dengan pencegahan peningkatan good conflict ke arah bad conflict – yaitu yang menyebabkan hancurnya koordinasi dan integrasi diantara fungsi-fungsi dan divisi-divisi. Jones (2001:427) menawarkan beberapa disain strategi penyelesaian konflik untuk membantu organisasi dalam mengelola konflik yang dihadapinya.
1. Perubahan pada Tingkat Struktur
Tindakan yang dilakukan yaitu mengubah struktur organisasi sehingga mengurangi atau bahkan menghilangkan penyebab konflik.
  1. Saling ketergantungan atas tugas dan perbedaan tujuan adalah dua hal utama yang dapat menyebabkan timbulnya konflik, dan cara untuk menyelesaikannya adalah mengubah tingkat diferensiasi dan integrasi atas hubungan tugas-tugas. Suatu organisasi dapat mengubah dari suatu struktur fungsional ke struktur divisi produk, sehingga mereka dapat menemukan sumber konflik. Menurut Jones, perpindahan manajer ke struktur yang lain dapat mengurangi bahkan menghilangkan suatu sumber masalah konflik. Jika sedang terjadi konflik diantara divisi-divisi, intensitas peran dari seorang manajer meningkat dan top manajer bertanggung jawab untuk memecahkan konflik yang sedang terjadi dan meningkatkan struktur hubungan kerja. Pada umumnya, peningkatan integrasi merupakan satu cara utama dalam organisasi untuk mengelola masalah perbedaan tujuan subunit organisasi. Untuk mengatasi konflik yang potensial, organisasi dapat meningkatkan kegunaan dari peran suatu hubungan, kekuatan-kekuatan tugas serta tim-tim, dan mekanisme integrasi.
  2. Cara lain untuk mengelola konflik melalui perubahan struktur adalah menciptakan suatu keyakinan bahwa disain dari suatu wewenang hirarki organisasi berada pada garis yang sesuai dengan kepentingannya saat itu. Hilangnya kontrol pada sebuah rantai komando dapat menjadi sumber utama sebuah konflik pada saat anggota organisasi mendapat tanggung jawab untuk membuat keputusan-keputusan, tetapi di lain pihak dia tidak mempunyai wewenang yang cukup untuk memutuskannya, karena manajer diatasnya yang membuat keputusan terhadap setiap perubahan yang mereka buat. Meratakan hirarki – sehingga hubungan wewenang menjadi tegas – dan wewenang desentralisasi, dapat menghilangkan sumber utama suatu konflik organisasi. Disain organisasi yang baik seharusnya menghasilkan suatu kreasi struktur organisasi yang dapat meminimalisir konflik. Pada kebanyakan organisasi, karena inersia, organisasi gagal untuk mengelola strukturnya dan mengubahnya sesuai dengan perubahan lingkungan, sehingga akhirnya konflik menjadi meningkat dan efektifitas organisasi tidak tercapai.

  1. 2. Perubahan pada Sikap dan Individu
Tindakan yang dilakukan yaitu mencoba untuk mengubah sikap (attitudes) individual dan individu itu sendiri.
  1. Perbedaan tujuan dan keyakinan tentang cara yang terbaik untuk mencapai tujuan organisasi, tidak dapat dihindarkan karena perbedaan dari fungsi-fungsi dan divisi-divisi itu sendiri. Suatu cara untuk mengekang konflik antara subunit dan mencegah pengutuban sikap yang terjadi selama tahap merasakan konflik dalam Pondy’s model, adalah merancang suatu sistem prosedural yang memungkinkan pihak-pihak yang terlibat konflik membiarkan keluhan-keluhan mereka dan mendengarkan pendapat atau pandangan pokok dari pihak lain. Seorang negosiator dapat berperan dalam mencegah pengutuban attitudes yang terjadi selama tahap merasakan konflik, dengan demikian manifestasi konflik dapat dicegah. Suatu forum dapat membantu pihak-pihak yang berselisih untuk bertatap muka dan secara langsung menyelesaikan masalahnya, sehingga satu sama lain dapat saling memahami. Sistem prosedural merupakan hal yang terpenting dalam mengelola konflik antara manajer dan serikat kerja dalam perusahaan industri. Attitudinal structuring merupakan suatu rancangan proses untuk mempengaruhi attitudes dari partai yang beroposisi dan untuk menimbulkan persepsi bahwa kedua partai berada dalam sisi yang sama dan ingin memecahkan perselisihan secara damai.
  2. Cara lain dalam mengelola konflik melalui perubahan sikap adalah dengan pertukaran dan rotasi dari para pekerja diantara subunit yang dapat mendorong mereka untuk saling memahami pandangan masing-masing. Ketika attitudes seseorang sulit diubah, karena telah berkembang untuk periode waktu yang lama, satu-satunya cara untuk memecahkan konflik mungkin dengan mengubah posisi pekerja. Hal ini dapat dilakukan dengan memindahkan para pekerja secara permanen ke bagian lain organisasi, mempromosikan mereka, atau memecatnya.
Seorang CEO dalam sebuah organisasi berperan penting dalam mempengaruhi attitudes dalam suatu konflik. Seorang CEO melambangkan nilai-nilai dan budaya organisasi, dan cara CEO bertindak berpengaruh langsung terhadap attitudes manajer lain. Sebagai kepala organisasi, CEO juga merupakan kekuatan terkahir dalam memecahkan konflik diantara subunit-subunit. Seorang CEO yang kuat secara aktif mengelola konflik organisasi dan membuat suatu debat terbuka dimana setiap kelompok dapat mengemukakan padangan-pandangannya. Seorang CEO yang kuat juga dapat menggunakan kekuatannya untuk membangun sebuah konsensus untuk penyelesaian dan keputusan suatu konflik dan dapat memotivasi subunit untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan organisasi. Di lain pihak, seorang CEO yang lemah ternyata dapat meningkatkan konflik. Ketika CEO gagal untuk mengelola proses ‘tawar menawar’ dan negosiasi diantara beberapa subunit, subunit yang terkuat didorong atau memungkinkan untuk mempertahankan tujuan-tujuan mereka. Seorang CEO yang lemah dapat pula menyebabkan tidak berjalannya kekuatan organisasi di tingkat atas, dimana hal ini memungkinkan anggota-anggota organisasi yang terkuat untuk bersaing dalam hal pengawasan. Jika konsensus hilang dan perkelahian terjadi setiap hari, maka konflik dapat menghancurkan suatu organisasi.
Pondy ”s Model
Jones (2001 :422) menawarkan sebuah model, yang di beri nama pody’s model, dimana manajer dapat mengunakan model ini untuk menganalisis dan menginterpretasikan situasi konflik dan mengambil tindakan untuk mencari jalan keluar dari konflik tersebut.
Pada tahap pertama dalam model ini, konflik belum muncul tetapi potensi untuk muncul telah ada, meskipun tersembunyi. Konflik organisasi terjadi karena adanya diferensiasi vertikal dan horisontal, yang menyebabkan terbentuknya subunit-subunit organisasi yang berbeda, yang memiliki tujuan dan persepsi yang berbeda mengenai cara yang terbaik untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Ada 5 sumber potensial yang dapat menyebabkan konflik antar subunit dalam organisasi yaitu : ketergantungan antar subunit, perbedaan tujuan antar subunit, faktor-faktor birokrasi, kriteria kinerja yang tidak sesuai dan persaingan untuk mendapatkan sumberdaya.
Tahap kedua dari model Pondy yaitu konflik yang dapat diamati, dimulai ketika suatu subunit atau kelompok stakeholder merasa bahwa tujuan-tujuannya telah terganggu oleh aksi-aksi dari kelompok lain. Pada tahap ini, setiap subunit mulai mengidentifikasi mengapa konflik bisa terjadi, dan mulai menganalisis kejadian-kejadian apa yang telah memicunya. Setiap kelompok berusaha untuk mencari sumber dari konflik dan mulai mengkonstruksi skenario yang sesuai untuk masalah tersebut melalui konflik yang sedang dialami oleh subunit yang lain.
Sebagai contoh, divisi produksi tiba-tiba menyadari bahwa penyebab dari hampir seluruh masalahnya adalah bahan baku (input) yang kurang berkualitas. Ketika manajer produksi melakukan penyelidikan, mereka menemukan bahwa divisi persediaan (material) selalu membeli bahan baku yang paling murah, dan tidak berusaha untuk menjalin hubungan jangka panjang dengan pemasok (supplier), yang dapat meningkatkan kualitas dan reliabilitas dari bahan bakunya. Divisi persediaan mengurangi biaya pembelian bahan baku dan memperbaiki fungsi dasarnya, tetapi hal itu menyebabkan biaya produksi meningkat dan memperburuk fungsi dasarnya. Maka dari itu, tidaklah mengherankan bila divisi produksi menilai divisi persediaan sebagai pengganggu kebutuhan dan tujuan-tujuannya.
Biasanya pada titik ini, konflik telah meningkat seiring dengan dimulainya peperangan antar subunit atau stakeholder yang berbeda, untuk mengatasi penyebab dari masalah. Divisi produksi mengeluhkan divisi persediaan kepada CEO atau siapapun yang mendengarkan, agar divisi persediaan mau merubah praktek pembeliannya (purchasing). Divisi persediaan biasanya akan menentang tuduhan bahwa pembeliannya akan bahan baku yang murah, dapat menyebabkan penurunan kualitas. Bahkan ia akan menuduhkan kesalahan tersebut sebagai kegagalan divisi produksi dalam menyediakan pekerja-pekerja ahli yang dibutuhkan untuk menerapkan teknologi baru, dan mengembalikan tanggung jawab masalah kualitas ke tangan divisi produksi. Meskipun kedua fungsi tersebut berbagi tujuan yang sama dalam menciptakan produk dengan kualitas superior, mereka menyumbangkan kualitas yang rendah untuk sumber-sumber yang berbeda pula.
Pada Tahap ke Tiga adalah Merasakan Konflik (Felt Conflict). Pada tahap ini, subunit-subunit dengan cepat saling membangun tanggapan emosional. Biasanya, masing-masing unit mengembangkan mental keberpihakan (polarisasi), yang menimpakan kesalahan langsung pada subunit yang lain. Seiring dengan peningkatan konflik, kerjasama antar subunit juga menurun, demikian pula dengan efektivitas organisasi. Sebagai contoh, bila R & D, bagian persediaan dan bagian produksi bersitegang dalam menentukan kualitas dan spesifikasi produk akhir.
Seiring dengan pertentangan antar subunit dengan sudut pandang yang berbeda, konflik terus meningkat. Masalah aslinya mungkin sederhana, tetapi bila tidak diambil tindakan penyelesaian secepatnya, masalah yang tadinya kecil akan berkembang menjadi konflik yang besar, yang akan bertambah sulit untuk diatasi. Bila konflik tersebut tidak diselesaikan, konflik tersebut akan dengan mudah meningkat pada tahap selanjutnya.
Tahap ke empat Manisfestasi Konflik (Manifest Conflict). Pada tahap ini, satu subunit melawan subunit lainnya, melalui perusakkan tujuan-tujuannya. Manifestasi konflik dapat berbentuk bermacam-macam. Yang paling umum adalah agresi terbuka antara manusia dan kelompoknya. Terdapat banyak cerita dan mitos dalam organisasi tentang board room fighting, dimana para manajer benar-benar kehilangan kesabarannya karena ingin memperjuangkan kebutuhan/keinginannya. Hal ini sangat biasa, karena para manajer berusaha untuk mengembangkan karir mereka dan mengalahkan yang lainnya.
Bentuk yang paling efektif dari manifestasi konflik adalah agresi pasif, yaitu mengabaikan tujuan-tujuan pihak oposisi dengan cara diam. Misalnya ada konflik antara penjualan dan produksi. Suatu hari, bagian penjualan harus memenuhi pesanan mendadak dari pelanggan penting. Apa yang dilakukan oleh manajer produksi ?. Strateginya adalah dengan menyetujui permintaan pihak penjualan, tetapi kemudian tidak memenuhinya. Ketika manajer bidang penjualan datang untuk meminta pertanggungjawabannya, manajer produksi akan menjawab tanpa rasa bersalah “Oh, maksud anda jumat lalu. Saya kira jumat sekarang.”
Secara umum, sekali konflik bermanifestasi, efektivitas organisasi akan menurun karena koordinasi dan integrasi antara para manajer dan subunit menjadi terpecah. Para manajer harus melakukan segala cara untuk mencegah konflik agar tidak mencapai tahap manifestasi ini karena dua alasan, yaitu karena bisa menyebabkan perpecahan dalam komunikasi dan karena konsekuensi yang diakibatkan oleh konflik.
Tahap ke lima. Konsekuensi Konflik (Conflict Aftermath). Cepat atau lambat, konflik organisasi akan teratasi bagaimanapun caranya, dan seringkali melalui keputusan beberapa manajer senior. Bila sumber dari konflik belum teratasi, perdebatan dari masalah-masalah yang menyebabkan konflik, akan muncul kembali dalam konteks lain. Apa yang terjadi ketika konflik muncul kembali tergantung pada bagaimana cara konflik tersebut terselesaikan pada saat terdahulu.
Misalkan bagian penjualan datang ke bagian produksi dengan permintaan baru. Bagaimana kemungkinan sikap bagian produksi dan penjualan ? Mereka mungkin akan bersikap saling curiga dan saling menyerang satu dengan lainnya, dan akan merasa sulit untuk mencapai persetujuan dalam berbagai hal. Tetapi bila mereka telah bisa menyelesaikan perdebatan mereka yang terdahulu dengan cara damai, dan telah setuju untuk dapat merespons/menanggapi kebutuhan pelanggan penting secara lebih fleksibel. Maka ketika dikemudian hari bagian penjualan datang kembali dengan permintaan khusus, bagaimana bagian produksi akan bereaksi ? Manajer produksi mungkin akan menunjukkan kerjasamanya, dan kedua belah pihak akan mampu untuk berunding dan mencapai rencana bersama (gabungan) yang sesuai dengan kebutuhan kedua fungsi tersebut.
Setiap episode dari konflik meninggalkan konsekuensi yang dapat mempengaruhi cara kedua belah pihak dalam menerima dan menanggapi episode konflik selanjutnya. Bila suatu konflik terselesaikan sebelum mencapai tahap manifestasi, maka konsekuensi akan mengakibatkan hubungan kerja yang baik di masa yang akan datang. Tetapi bila konflik tidak terselesaikan sampai pada tahap terakhir dari proses, atau bahkan tidak terselesaikan sama sekali, konsekuensinya akan berakibat pada terbentuknya hubungan kerja yang buruk, dan budaya organisasi akan teracuni oleh hubungan yang tidak harmonis secara permanen. Sebagai contoh, para manajer pada First Boston, menghargai sikap merendahkan kolega mereka pada divisi lain dari organisasi. Mereka selalu bersikap tidak kooperatif dan sampai sekarang mereka masih melakukannya.
Sementara Daft (1998 :502) menawarkan Metode penyelesaian konflik diantaranya :
1. Collective Bargaining
Suatu pendekatan utama untuk memecahkan konflik serikat kerja dengan pihak manajemen adalah melalui Collective Bargaining (Penawaran Bersama). Collective bargaining adalah suatu kesepakatan antara pihak manajemen atau pimpinan dengan para pekerja. Proses tawar-menawar (bargaining) biasanya diselesaikan melalui sebuah serikat kerja dan proses tersebut harus sesuai dengan format yang telah ditentukan.
Collective bargaining melibatkan paling tidak dua kelompok yang mempunyai kepentingan masing-masing. Kegiatan collective bargaining biasanya dimulai dengan pengajuan proposal yang dievaluasi oleh kelompok lain. Kemudian dilanjutkan dengan memberi tanggapan terhadap proposal dan konsesi. Sebuah perjanjian yang telah ditetapkan pada akhirnya dicapai dengan menjelaskan beberapa pertanggungjawaban kelompok untuk dua sampai tiga tahun kedepan.
2.Cooperative Approaches
Pada saat ini lingkungan ekonomi mengarah pada sebuah kerjasama daripada mengarah kepada pendekatan konfrontasi antara hubungan pihak manajemen dengan buruh. Perubahan-perubahan ini berkembang dari kebutuhan-kebutuhan serikat kerja untuk mencegah kehilangan pekerja dan kepentingan perusahaan untuk menekan biaya produksi dan buruh.
Labor-management teams dirancang untuk meningkatkan partisipasi para pekerja dan membuat “cooperative model” atas permasalahan-permasalahn antara pihak manajemen dan serikat kerja. Fungsi utama dari sebuah tim adalah menggali pengetahuan para pekerja untuk memperbaiki produktivitas kerja mereka. Tim-tim ini terdiri atas tiga tingkat :
  1. Tingkat bawah, sebuah tim mungkin terdiri atas 10 pekerja yang mengidentifikasi masalah-masalah dan mengimplementasikan solusi-solusinya, hal ini sama dengan pendekatan quality circle.
  2. Manajer tengah dan para ketua serikat kerja lokal bertindak sebagai sebuah tim penasehat untuk mengkoordinasikan program-program dan mengimplementasikan saran-saran yang telah dibuat oleh tim.
  3. Tingkat atas, senior eksekutif perusahaan dan pimpinan teras serikat kerja menyusun kebijakan jangka panjang dan merencanakan pilihan-pilihan tentang pemutusan hubungan kerja. Pendekatan koordinasi ini mendorong partisipasi para anggota serikat kerja di dalam perusahaan dan meningkatkan pengenalan mereka terhadap perusahaan.
Sebagai penambahan wacana, ada baiknya kita lihat juga pendapat (Vielrd :1999) bahwa penyelesaian konflik bisa dilakukan oleh kelompok yang berkonflik melalui problem solving, forcing atau gabungan keduanya.
Problem Solving adalah rekonsiliasi kepentingan-kepentingan dasar pihak-pihak yang berkonflik. Risiko penggunaan metode ini adalah kemungkinan hubungan timbal balik yang negatif antara pihak-pihak yang bertentangan akan menghambat hasil bersama atau solusi akhirnya tida sebanding dengan waktu dan energi yang digunakan atau win-win solution pantas dipertanyakan.
Forcing adalah memaksakan kepentingan sendiri atau kelompoknya dengan menentang lawan secara langsung. Perilaku konflik dipandang konstruktif jika individu atau kelompok berhasil merealisasikan manfaat konflik yang dikehendaki. Resiko penggunaan metode ini antara lain eskalasi batas biaya yang ditetapkan,perusakan hubungan, dan kemacetan yang ditimbulkan oleh kegagalan taktik persaingan.
Gabungan Problem Solving dan Forcing, gabungan kedua metode tersebut akan bisa meningkatkan efektivitas konflik dengan meminimalkan kecendrungan dampak masing-masing metode tersebut (stagnasi dan meningkatnya eskalasi)
Berkaitan dengan penggujian efektifitas masing-masing metode untuk penyelewsaian konflik Vliert, et al (1998) melakukan studi pada beberapa obyek 3 obyek penelitian di Belanda, yaitu pada pusat pengembangan manajemen kepolisian nasional, pada mahasiswa University of Groningen dan para manajer. Hasil studi menunjukkan dalam upaya penyelesaian konflik, forcing murni lebih banyak digunakan dari pada problem solving, pengabungan dan penggiliran problem solving dan forcing. Problem Solving dan forcing murni memiliki intereelasi negatif dan masing-masing berhubungan positif dan negatif dengan efektivitas organisasi. Terdapat tiga kesimpulan umum dari studi tersebut, yaitu : 1) kombinasi simultan Problem Solving dan forcing akan efektif jika kombinasi pengurutan dihilangkan dalam pertimbangan. 2) Forcing tidak efektif kecuali jika diikuti dengan kombinasi forcing dan problem solving. 3) Pengulangan forcing yang dikuti oleh problem solving akan mendorong efektivitas organisasi.
Teknik Stimuli
Teknik-teknik Stimulasi untuk menciptakan konflik dalam sebuah organisasi (Brown :1998) jika konflik terlalu sedikit adalah dengan jalan klarifikasi batas dan sasaran kelompok, sehingga perbedaan diantara mereka menjadi semakin jelas dan bisa menimbulkan konflik .
Selain itu Robins (1994 :472) juga menawarkan teknik-teknik struktural pula untuk menstimulasi konflik jika konflik berada level yang rendah, sehingga berakibat pada tidak efektifnya organisasi. Sementara menurut (Robins :1994) teknik-teknik stimuli konflik adalah sebagai berikut :
  • Ø Komunikasi
pada saat tingkat konflik berada pada kondisi yang tingkat dukungan efektifitas organisasi rendah, maka manajer bisa menstimuli konflik dengan memanipulasi pesan dan saluran sedemikian rupa sehingga mendorong terjadinya konflik. Informasi-informasi yang dimanipulasi tersebut bisa di sebarkan melalui saluran formal maupun saluran informal.
  • Ø Keanekaragaman
ketika sebuah unit mengalami kemacetan, solusi yang paling tepat untuk “membangunkan” unit tersebut adalah dengan memasukkan seseoarang atau beberapa orang yang latar belakangnya, pengalamannya, dan nilai-nilainya berbeda secara mencolok dari yang dipegang oleh para anggota pada saat ini dalam sebuah unit. Keanekaragaman dapat sintesis atau nyata, artinya seorang infiltrator dapat memainkan peran dari pepatah “devil’s advocate” (pendukung setan).\, yang meskipun mempunyai pandangan yang sama dengan anggota lain, ditugaskan untuk melakukan pekerjaan mempertanyakan, menyerang, menyelidiki dan atau menentang tiap pandangan yang homogen.
  • Ø Persaingan
manajemen dapat merangsang konflik dengan menciptakan rangsangan yang besaing di antara unit-unit. Gibson (1985 :32) berdasarkan beberapa kajiannya, dia menyarankan bahwa mengubah struktur dengan meningkatkan diferensiasi horizontal telah teruji sangat efektif untuk menciptakan konflik. Karena dengan meningkatkan diferensiasi horizontal, masing-masing bagian spesialisasi akan menjadi lebih homogen.Tetapi akan terdapat perbedaan diantara unit-unit. Mereka akan dipaksa untuk besaing satu sama lain untuk menampilkan performace yang baik.

Sumber : http://funnymustikasari.wordpress.com/2011/02/05/managing-organization-conflict/
08.

08.struktur atau skema organisasi

Struktur organisasi Pusdiklat
Struktur organisasi adalah bagaimana pekerjaan dibagi,dikelompokkan, dan dikoordinasikan secara formal.

Elemen struktur organisasi

Ada enam elemen kunci yang perlu diperhatikan oleh para manajer ketika hendak mendesain struktur, antara lain:
  • Spesialisasi pekerjaan. Sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi dibagi-bagi ke dalam beberapa pekerjaan tersendiri.
  • Departementalisasi. Dasar yang dipakai untuk mengelompokkan pekerjaan secara bersama-sama. Departementalisasi dapat berupa proses, produk, geografi, dan pelanggan.
  • Rantai komando. Garis wewenang yang tanpa putus yang membentang dari puncak organisasi ke eselon paling bawah dan menjelaskan siapa bertanggung jawab kepada siapa.
  • Rentang kendali. Jumlah bawahan yang dapat diarahkan oleh seorang manajer secara efisien dan efektif.
  • Sentralisasi dan Desentralisasi. Sentralisasi mengacu pada sejauh mana tingkat pengambilan keputusan terkonsentrasi pada satu titik di dalam organisasi. Desentralisasi adalah lawan dari sentralisasi.
  • Formalisasi. Sejauh mana pekerjaan-pekerjaan di dalam organisasi dibakukan.

Desain organisasi yang umum

Struktur sederhana

Struktur sederhana adalah sebuah struktur yang dicirikan dengan kadar departementalisasi yang rendah, rentang kendali yang luas, wewenang yang terpusat pada seseorang saja, dan sedikit formalisasi. Struktur sederhana paling banyak dipraktikkan dalam usaha-usaha kecil di mana manajer dan pemilik adalah orang yang satu dan sama. Kekuatan dari struktur ini adalah kesederhanaannya yang tercermin dalam kecepatan, kefleksibelan, ketidakmahalan dalam pengelolaan, dan kejelasan akuntabilitas.Satu kelemahan utamanya adalah struktur ini sulit untuk dijalankan di mana pun selain di organisasi kecil karena struktur sederhana menjadi tidak memadai tatkala sebuah organisasi berkembang karena formalisasinya yang rendah dan sentralisasinya yang tinggi cenderung menciptakan kelebihan beban (overload) di puncak.

Birokrasi

Birokrasi adalah sebuah struktur dengan tugas-tugas operasi yang sangat rutin yang dicapai melalui spesialisasi, aturan dan ketentuan yang sangat formal, tugas-tugas yang dikelompokkan ke dalam berbagai departemen fungsional, wewenang terpusat, rentang kendali yang sempit, dan pengambilan keputusan yang mengikuti rantai komando.
Kekuatan utama birokrasi ada kemampuannya menjalankan kegiatan-kegiatan yang terstandar secara sangat efisien, sedangkan kelemahannya adalah dengan spesialisasi yang diciptakan bisa menimbulkan konflik-konflik subunit, karena tujuan-tujuan unit fungsional dapat mengalahkan tujuan keseluruhan organisasi.Kelemahan besar lainnnya adalah ketika ada kasus yang tidak sesuai sedikit saja dengan aturan, tidak ada ruang untuk modifikasi karena birokrasi hanya efisien sepanjang karyawan menghadapi masalah yang sebelumnya telah mereka hadapi dan sudah ada aturan keputusan terprogram yang mapan.

Struktur matriks

Struktur matriks adalah sebuah struktur yang menciptakan garis wewenang ganda dan menggabungkan departementalisasi fungsional dan produk. Struktur matriks dapat ditemukan di agen-agen periklanan, perusahaan pesawat terbang, laboratorium penelitian dan pengembangan, perusahaan konstruksi, rumah sakit, lembaga-lembaga pemerintah, universitas, perusahaan konsultan manajemen, dan perusahaan hiburan.
Pada hakikatnya, struktur matriks menggabungkan dua bentuk departementalisasi: fungsional dan produk Kekuatan departementalisasi fungsional terletak, misalnya, pada penyatuan para spesialis, yang meminimalkan jumlah yang diperlukan sembari memungkinkan pengumpulan dan pembagian sumber daya khusus untuk keseluruhan produk. Kelemahan terbesarnya adalah sulitnya mengoordinasi tugas para spesialis fungsional yang beragam agar kegiatan mereka rampung tepat waktu dan sesuai anggaran. Departementalisasi produk, di lain pihak, memiliki keuntungan dan kerugian yang berlawanan. Departementalisasi ini memudahkan koordinasi di antara para spesialis untuk menyelesaikan tugas tepat waktu dan memenuhi target anggaran.Lebih jauh, departementalisasi ini memberikan tanggung jawab yang jelas atas semua kegiatan yang terkait dengan sebuah produk, tetapi dengan duplikasi biaya dan kegiatan. Matriks berupaya menarik kekuatan tersebut sembari menghindarkan kelemahan-kelemahan mereka.
Karakteristik struktural paling nyata dari matriks adalah bahwa ia mematahkan konsep kesatuan komando sehingga karyawan dalam struktur matriks memiliki dua atasan -manajer departemen fungsional dan manajer produk. Karena itulah matriks memiliki rantai komando ganda.

Desain Struktur Organisasi Modern

Struktur tim

Struktur tim adalah pemanfaatan tim sebagai perangkat sentral untuk mengoordinasikan kegiatan-kegiatan kerja. Karakteristik utama struktur tim adalah bahwa struktr ini meniadakan kendala-kendala departemental dan mendesentralisasi pengambilan keputusan ke tingkat tim kerja. Struktur tim juga mendorong karyawan untuk menjadi generalis sekaligus spesialis.

Organisasi virtual

Organisasi virtual adalah organisasi inti kecil yang menyubkontrakkan fungsi-fungsi utama bisnis.

Organisasi Nirbatas

Organisasi nirbatas adalah sebuah organisasi yang berusaha menghapuskan rantai komando, memiliki rentang kendali tak terbatas, dan mengganti departemen dengan tim yang diberdayakan.

Model desain struktur organisasi

Ada dua model ekstrem dari desain organisasi.
  • Model mekanistis, yaitu sebuah struktur yang dicirikan oleh departementalisasi yang luas, formalisasi yang tinggi, jaringan informasi yang terbatas, dan sentralisasi.
  • Model organik, yaitu sebuah struktur yang rata, menggunakan tim lintas hierarki dan lintas fungsi, memiliki formalisasi yang rendah, memiliki jaringan informasi yang komprehensif, dan mengandalkan pengambilan keputusan secara partisipatif.

Faktor penentu struktur organisasi

Sebagian organisasi terstruktur pada garis yang lebih mekanistis sedangkan sebagian yang lain mengikuti karakteristik organik.Berikut adalah faktor-faktor utama yang diidentifikasi menjadi penyebab atau penentu struktur suatu organisasi:

Strategi

Struktur organisasi adalah salah satu sarana yang digunakan manajemen untuk mencapai sasarannya. Karena sasaran diturunkan dari strategi organisasi secara keseluruhan, logis kalau strategi dan struktur harus terkait erat.tepatnya, struktur harus mengikuti strategi.Jika manajemen melakukan perubahan signifikan dalam strategi organisasinya, struktur pun perlu dimodifikasi untuk menampung dan mendukung perubahan ini.Sebagian besar kerangka strategi dewasa ini terfokus pada tiga dimensi -inovasi, minimalisasi biaya, dan imitasi- dan pada desain struktur yang berfungsi dengan baik untuk masing-masing dimensi.
Strategi inovasi adalah strategi yang menekankan diperkenalkannya produk dan jasa baru yang menjadi andalan.Strategi minimalisasi biaya adalah strategi yang menekankan pengendalian biaya secara ketat, menghindari pengeluaran untuk inovasi dan pemasaran yang tidak perlu, dan pemotongan harga.Strategi imitasi adalah strategi yang mencoba masuk ke produk-produk atau pasar-pasar baru hanya setelah viabilitas terbukti.

Ukuran organisasi

Terdapat banyak bukti yang mendukung ide bahwa ukuran sebuah organisasi secara signifikan mempengaruhi strukturnya. Sebagai contoh, organisasi-organisasi besar yang mempekerjakan 2.000 orang atau lebih cenderung memiliki banyak spesialisasi, departementalisasi, tingkatan vertikal, serta aturan dan ketentuan daripada organisasi kecil. Namun, hubungan itu tidak bersifat linier.Alih-alih, ukuran memengaruhi struktur dengan kadar yang semakin menurun. Dampak ukuran menjadi kurang penting saat organisasi meluas.

Teknologi

Istilah teknologi mengacu pada cara sebuah organisasi mengubah input menjadi output.Setiap organisasi paling tidak memiliki satu teknologi untuk mengubah sumber daya finansial, SDM, dan sumber daya fisik menjadi produk atau jasa.

Lingkungan

Lingkungan sebuah organisasi terbentuk dari lembaga-lembaga atau kekuatan-kekuatan di luar organisasi yang berpotensi memengaruhi kinerja organisasi. Kekuatan-kekuatan ini biasanya meliputi pemasok, pelanggan, pesaing, badan peraturan pemerintah, kelompok-kelompok tekanan publik, dan sebagainya.
Struktur organisasi dipengaruhi oleh lingkungannya karena lingkungan selalu berubah. Beberapa organisasi menghadapi lingkungan yang relatif statis -tak banyak kekuatan di lingkungan mereka yang berubah.Misalnya, tidak muncul pesaing baru, tidak ada terobosan teknologi baru oleh pesaing saat ini, atau tidak banyak aktivitas dari kelompok-kelompok tekanan publik yang mungkin memengaruhi organisasi.Organisasi-organisasi lain menghadapi lingkungan yang sangat dinamis -peraturan pemerintah cepat berubah dan memengaruhi bisnismereka, pesaing baru, kesulitan dalam mendapatkan bahan baku, preferensi pelanggan yang terus berubah terhadap produk, dan semacamnya. Secara signifikan, lingkungan yang statis memberi lebih sedikit ketidakpastian bagi para manajer dibanding lingkungan yang dinamis. Karena ketidakpastian adalah sebuah ancaman bagi keefektifan sebuah organisasi, manajemen akan menocba meminimalkannya. Salah satu cara untuk mengurangi ketidakpastian lingkungan adalah melalui penyesuaian struktur organisasi.

TIPE, BENTUK, STRUKTUR, DAN SKEMA ORGANISASI

TIPE DAN BENTUK ORGANISASI

TIPE ORGANISASI :
a. Piramida Mendatar(flat)
menpuanyai ciri-ciri diantaranya :
•Jumlah satuan organisasi tidak banyak sehingga tingkat-tingkat hararki kewenangan sedikit.
•jumlah pekerja(bawahan) yang harus dikendalikan cukup banyak
•Format jabatan untuk tingkat pimpinan sedikit karena jumlah pimpinan relatif kecil,di negara kita bisa kita lihat misal nya organisasi kemiliteran.

b. Piramida Terbalik.
Organisasi piramida terbalik adalah kebalikan dari tipe piramida terbalik adalah jumlah jabatan pimpinan lebih besar daripada jumlah pekerja. Organisasi ini hanya cocok untuk organisasi-organisasi yang pengangkatan pegawainya berdasarkan atas jabatan fungsional seperti organisasi-organisasi/ lembaga-lembaga penelitian, lembaga-lembaga pendidikan.

c. Type Kerucut
Type organisasi kerucut mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
•Jumlah satuan organisasi banyak sehingga tingkat-tingkat hirarki/kewenangan banyak.
•Rentang kendali sempit.
•Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab kepada penjabat/pimpinan yang bawah/rendah
•Jarak antara pimpinan tingkat atas dengan pimpinan tingkat bawah terlalu jauh.
•Jumlah informasi jabatan cukup besar.

BENTUK ORGANISASI :
a. Bentuk Organisasi Garis
Bentuk ini merupakan nbentuk organisasi paling tua dan paling sederhana. Bentuk organisasi diciptakan oleh Henry Fayol. Biasa juga disebut dengan organisasi militer dimana cirinya adalah struktur organisasi ini relatif kecil, jumlah karyawan yang relatif sedikit, saling kenal, dan spesialisai kerja yang belum begitu rumit dan tinggi.
Kebaikannya;
1.Kesatuan komado terjamin baik karena pimpinan berada pada satu tangan.
2.Proses pengambilan keputusan berjalan dengan cepat karena jumlah orang yang diajak berkonsultasi masih sedikit.
3.Rasa solidaritas dianatara karyawan umumnya tinggi karena saling mengenal.
Keburukannya;
1.Seluruh organisasi tergantung pada satu pimpinan (satu orang) dimana bila pimpinan tersebut berhalangan maka organisasi tersebut akan mandek atau hancur.
2.Ada kecenderungan pimpinan bertindak secara otokratis.
3.Kesempatan karyawan untuk berkembang terbatas.

b. ORGANISASI FUNGSIONAL
Suatu organisasi dimana wewenang dari pimpinan tertinggi dilimpahkan kepada kepala bagian yang mempunyai jabatan fungsional untuk dikerjakan kepada para pelaksana yang mempunyai keahlian khusus.

c. ORGANISASI FUNGSIONAL DAN GARIS
Bentuk organisasi dimana wewenang dari pimpinan tertinggi dilimpahkan kepada kepala bagian dibawahnya yang mempunyai keahlian tertentu serta sebagian dilimpahkan kepada pejabat fungsional yang koordinasinya tetap diserahkan kepada kepala bagian.
Kebaikannya;
1.Pembidangan tugas-tugas jelas.
2.Spesialisasi karyawan dapat dikembangkan dan digunakan semaksimal mungkin.
3.Digunakannya tenga-tenaga ahli dalam berbagai bidang sesuai dengan fungsinya.
Keburukannya;
1.Karena adanya spesialisasi kerja maka akan sulit untuk mengadakan tour of duty.
2.Karyawan lebih mementingkan bidangnya sehingga sukar untuk melaksanakan koordinasi.

d. ORGANISASI KOMITE
Bentuk organisasi dimana tugas kepemimpinan dan tugas tertentu dilaksanakan secara kolektif oleh sekelompok pejabat, yang berupa komite atau dewan atau board dengan pluralistic manajement.

e. ORGANISASI GARIS DAN STAFF
Bentuk ini umumnya dianut oleh organisasi besar, daerah kerja yang luas, mempunyai bidang tugas yang beraneka dan rumit serta jumlah karyawan yang banyak. Bentuk ini diciptakan oleh Harrington Emerson.
Suatu bentuk organisasi dimana pelimpahan wewenang berlangsung secara vertical. Manajer ditempatkan satu atau lebih pejabat staff yang tidak mempunyai wewenang memerintah tetapi hanya sebagai penasehat.
Kebaikannya;
1.Dapat digunakan pada setiap organisasi yang besar, apapun tujuannya, luas organisasinya,dan kompleksitas susunan organisasinya.
2.Pengambilan keputusan lebih mudah karena adanya dukungan dari staf ahli.
3.Perwujudan “the right man in the right place”lebih mudah terlaksana.
Keburukannya;
1.Sesama karyawan dapat terjadi tidak saling mengenal, solidaritas sulit terbangun
2.Karena susunan organisasinya yang koompleksitas, maka kesulitannya adalah dalam bidang koordinasi antar divisi atau departemen.

f. ORGANISASI MATRIX
Organisasi dimana penggunaan struktur organisasi menunjukan dimana para spesialis yang mempunyai keterampilan dimasing-masing bagian dari bagian perusahaan dikumpulkan lagi menjadi satu untuk mengerjakan suatu proyek yang harus diselesaikan.

g. Bentuk Organisasi Fungsional dan Staff
Bentuk ini merupakan kombinasi dari bentuk organisasi fungsional dan bentuk organisasi garis dan staff. Adapun kebaikan dan keburukan dari bentuk organisasi ini adalah juga merupakan kombinasi dari bentuk diatas.

STRUKTUR DAN SKEMA ORGANSASI

Struktur Organisasi adalah susunan dan hubungan-hubungan antar komponen bagian-bagian dan posisi-posisi dalam suatu perusahaan ,sedangkan disetiap komponen dari organisasi tersebut adalah saling tergantung,yang apabila setiap bagian dapat dikelola dengan baik maka organisasi tersebu tpun akan ikut membaik.
Didefinisikan sebagai mekanisme-mekanisme formal organisasi diolah. Struktur ini terdiri dari unsur spesialisasi kerja, standarisasi, koordinasi, sentralisasi atau desentralisasi dalam pembuatan keputusan dan ukuran satuan kerja. Faktor-faktor yang menentukan perancangan struktur organisasi yaitu :
• Strategi organisasi pencapaian tujuan.
• Perbedaan teknologi yang digunakan untuk memproduksi output akan membedakan bentuk struktur organisasi.
• Kemampuan dan cara berpikir para anggota serta kebutuhan mereka juga lingkungan sekitarnya perlu dipertimbangkan dalam penyusunan struktur perusahaan.
• Besarnya organisasi dan satuan kerjanya mempengaruhi struktur organisasi.
Unsur-unsur struktur organisasi terdiri dari :
1. Spesialisasi kegiatan
2. Koordinasi kegiatan
3. Standarisasi kegiatan
4. Sentralisasi dan desentralisasi pembuatan keputusan
5. Ukuran satuan kerja
Menurut Keith Davis ada 6 bagan bentuk struktur organisasi yaitu :
1. Bagan mendatar ialah bentuk bagan organisasi yang saluran wewenangnya dari pucuk pimpinan sampai dengan satuan organisasi atau pejabat yang terendah disusun dari kiri kea rah kanan atau sebaliknya.

2. Bagan Lingkaran ialah bentuk bagan organisasi yang saluran wewenangnya dari pucuk pimpinana sampai dengan satuan organisasi atau pejabat yang terendah disusun dari pusat lingkaran ke aarah bidang lingkaran.

3. Bagan Setengah lingkaran ialah bentuk bagan organisasi yang saluran wewenang dari pucuk pimpinan sampai dengan satuan organisasi atau pejabat yang terendah disusun dari pusat lingkaran kea rah bidang bawah lingkaran atau sebaliknya.

4. Bagan Elips ialah bentuk bagan satuan organisasi yang saluran wewenangnya dari pucuk pimpinan sampai dengan satuan organisasi atau pejabat yang terendah disusun dari pusat Elips kearah bidang elips
Setiap bentuk bagan organisasi yang ada menggambarkannya dapat dibalik, kecuali bagan lingkaran, bagan elips dan bagan sinar. Bagan pyramid dapat disusun dari bawah kea rah atas, bagan mendatar dapat disusun dari kanan kea rah kiri, bagan menegak (Vertikal) dapat disusun dari bawah ke atas, bagan setengah lingkaran dapat di susun dari pusat lingkaran ke arah bidang atas lingkaran, bagan setengah elips dapat disusun dari pusat elip kea rah bidang atas elip. Dalam bagan lingkaran, bagan elip dapat pula digambar satuan organisasi atau pejabat yang lebih rendah kedudukannya terletak di atas, tetapi ini semua tidak mengubah jenjang ataupun kedudukan yang sesungguhnya.
Hal ini dikemukakan pula oleh Keith Davis sebagai berikut ;
“Perubahan-perubahan penggambaran bagan kadang-kadang diterima untuk menggalakan pertalian kedudukan atasan bawahan dari kebiasaan bagan-bagan organisasi, tetapi perubahan-perubahan ini tidak mengubah keadaan kedudukan yang sebenarnya. Termasuk di dalamnya perubahan-perubahan bagan mendatar, lingkaran, setengah lingkaran, elips dan piramida terbalik.”

Struktur organisasi pada dasarnya merupakan desain organisasi dimana manajer melakukan alokasi sumber daya organisasi, terutama yang terkait dengan pembagian kerja dan sumber daya yang dimiliki organisasi, serta bagaimana keseluruhan kerja tersebut dapat dikordinasikan dan dikomunikasikan.
1. Functional Organization Structure,
yakni struktur organisasi dimana pembagian divisinya berdasarkan fungsinya masing-masing. Berikut adalah beberapa penjelasan tentang tipe ini :
a. Fokus pada pembagian tugas berdasarkan fungsi bagiannya masing2
b. Komunikasinya menggunakan bottom-top communication sehingga control atasan terhadap bawahan lebih mudah, sederhana, dan tidak berulang2
c. Masing2 bagian cenderung hanya fokus pada bidang kerja masing2 dan komunikasi antar bagian cenderung kurang terbuka
d. Pergerakan dan komunikasi tiap2 bagian masih tersekat2
e. Biasanya ditemukan pada organisasi2 yang memproduksi barang

2.Project/Divisional Organization Structure,
yakni struktur organisasi dimana pembagian divisinya berdasarkan proyek/kegiatan yang sedang dijalankan. Berikut adalah beberapa penjelasan tentang tipe ini :
a.Fokus pada pembagian berdasarkan proyek yang sedang dikerjakan
b.Masing2 kegiatan proyek mempunyai struktur sendiri, mulai dari pemimpin proyek sampai divisi2nya
c.Komunikasi di dalam proyek lebih terkendali dan fungsi pengawasan pemimpin proyek terhadap proyeknya juga mudah
d.Dibutuhkan lebih banyak SDA untuk masing2 proyek
e.Ada kemudahan dalam memasukkan konsultan luar (outsourcing) dalam pengerjaan proyek
f.Setiap karyawan dituntut untuk mempunyai rasa tanggung jawab dan inisiatif yang tinggi
g.Kurang cocok untuk organisasi yang membutuhkan banyak proses administrasi dan birokrasi

3.Matrix Organization Structure, yakni struktur organisasi gabungan dari Functional dan Projectized Structure Organization. Berikut adalah beberapa penjelasan tentang tipe ini :
a.Terdapat pembagian berdasarkan proyek/kegiatan yang sedang dijalankan
b.Namun tetap menggunakan SDA dari tiap divisi yang kesemuanya secara bersama-sama menangani semua proyek
c.Pemanfaatan SDA-nya efisien karena anggota mempunyai pekerjaan yang tetap walau proyek telah selesai
d.Komunikasi dan sharing antar divisi lebih baik dibandingkan dengan tipe fungsional
e.Ada keterlibatan stakeholder yang kuat
f.Pembagian SDA harus jelas untuk setiap proyeknya, jangan sampai terjadi “rebutan SDA”
g.Setiap anggota berkecimpung di setiap proyek yang ada, sehingga komunikasi mereka terhadap setiap atasannya yang notabene lebih dari satu bisa jadi membingungkan
h.Ada tiga sub dari tipe ini, diantaranya :
i. Weak Matrix => peran Manajer Proyek kuat, peran Manajer Fungsional lemah. Manajer Fungsional hanya sebagai penyedia SDA yang ada.
ii. Balanced Matrix => peran Manajer Proyek dan Manajer Fungsional setara.
iii. Strong Matrix => peran Manajer Proyek lemah, peran Manajer Fungsional kuat. Manjer Proyek hanya sebagai koordinator proyek.

sumber :
http://belajarmanagement.wordpress.com/2010/02/24/bentuk-bentuk-organisasi/
http://desthi-m.blogspot.com/2010/01/bentuk-bentuk-organisasi_4128.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi
http://catatan-sefty.blogspot.com/2008/07/tipe-tipe-organisasi.html
http://tangkaslubis.blogspot.com/2010/10/struktur-dan-skema-organisasi.html
http://fajardhandiez.ngeblogs.info/2011/03/16/tipebentukstruktur-atau-skema-organisasi/
07. Tipe, Bentuk dan Struktur Organisasi Struktur Organisasi ( Organizational Structure )

Tipe, Bentuk dan Struktur Organisasi
Struktur Organisasi ( Organizational Structure )
Stuktur organisasi pada setiap perusahaan berbeda-beda bergantung pada budaya dan jenis industri dimana mereka berusaha. Contohnya saja perusahaan konsultan dan perusahaan pertambangan. Struktur organisasi mereka bisa sangat berbeda. Umumnya pada perusahaan konsultan, jabatan tertinggi adalah “partner” sedangkan pada perusahaan tambang bisa CEO. Umumnya stuktur organisasi dapat digolongkan menjadi tiga jenis: Fungsional, Project, dan Organisasi Matrix. Tipe struktur organisasi berpengaruh pada bagaimana komunikasi didalam perusahaan.
Fungsi atau kegunaan struktur dalam sebuah organisasi dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Kejelasan Tanggung Jawab. Setiap anggota organisasi harus bertanggung jawab dan apa yang harus dipertanggung jawabkan. Setiap anggota organisasi harus bertanggung jawab kepada pimpinan atau atasan yang memberikan kewenangan, karena pelaksanaan kewenangan itu yang harus dipertanggungjawabkan.
2. Kejelasan Kedudukan. Kejelasan kedudukan seseorang dalam struktur organsisasi sebenarnya mempermudah dalam melakukan koordinasi maupun hubungan karena adanya keterkaitan penyelesaian suatu fungsi yang dipercayakan kepada seseorang.
3. Kejelasan Uraian Tugas. Kejelasan uraian tugas dalam struktur organisasi sangat membantu pihak pimpinan untuk melakukan pengawasan dan pengendalian, dan bagi bawahan akan dapat berkonsentrasi dalam melaksanakan suatu pekerjaan karena uraiannya yang jelas.
Struktur Organisasi
Berdasarkan pola hubungan kerja dan aktivitas, wewenang serta tanggungjawab, maka bentuk-bentuk organisasi dibedakan sebagai berikut
1. Struktur Organisasi Lini
Organisasi bentuk garis di ciptakan oleh Henry Fayol. Pada struktur organisasi ini, wewenang dari atasan disalurkan secara vertikal kepada bawahan. Begitu juga sebaliknya, pertanggungjawaban dari bawahan secara langsung di tujukan kepada ataan yang memberi perintah. Umumnya organisasi yang memakai struktur ini adalah organisasi yang masih kecil, jumlah karyawannya sedikit dan spesialisasi kerjanya masih sederhana
Ciri-Ciri:
Kesatuan perintah terjamin; Pembagian kerja jelas dan mudah dilaksanakan; Organisasi tergantung pada satu pimpinan
2. Struktur Organisasi Fungsional
Struktur organisasi fungsional diciptakan oleh F.W.Taylor. Struktur ini berawal dari konsep adanya pimpinan yang tidak mempunyai bawahan yang jelas dan setiap atasan mempunyai wewenang memberi perintah kepada setiap bawahan, sepanjang ada hubunganya dengan fungsi atasan tersebut. Setiap pegawai mempunyai pengawas lebih dari satu orang atasan yang berberda-beda.
Ciri-Ciri Struktur organisasi fungsional :
Tidak menjamin adanya kesatuan perintah
Keahlian para pengawas dan pegawai berkembang menuju spesialisasi
Penghematan waktu dapat dilakukan karena mengerjakan pekerjaan yang sama
3. Struktur Oranisasi Garis dan Staf
Struktur organisasi ini merupakan struktur organisasi gabungan yang di kembangkan oleh Harrington Emerson. Struktur ini umumnya di gunakan oleh organisasi yang besar, daerah kerja luas, bidang tugas yang beraneka ragam dan jumlah bawahan yang banyak sehingga pimpinan tidak bisa bekerja sendiri, melainkan memerlukan bantuan staf. Staf adalorang ahli dalam bidang tertentu yang bertugas memberi nasihat dan saran kepada pimpinan dalam organisasi tersebut.
4. Struktur Organisasi Fungsional dan Staf
Struktur organisasi ini merupakan gabungan dari bermacam-macam struktur organisasi.dengan memakai sistem gabungan ini di mungkinkan memilih, yang menguntungkan di pakai yang merugikan di tinggalkan.
Struktur Organisasi Di Buat Dengan Maksud :
Memperlihatkan pola hubungan antara anggota organisasi dan sarana yang dimiliki agar setiap anggota organisasi mengerti dengan jelas tugasnya, kewajiban, hak dan tanggung jawab.
Tipe Struktur Organisasi
Ada beberapa jenis struktur organisasi dan perusahaan harus memilih mana yang terbaik sesuai dengan kebutuhannya.
Struktur Tradisional. Struktur ini berdasarkan fungsi divisi dan departemen. Ini adalah jenis struktur yang mengikuti aturan dan prosedur organisasi. Dicirikan dengan memberikan garis otoritas yang jelas di seluruh level manajemen. Jenis struktur dibawah struktur tradisional adalah :
1. Struktur Lini – adalah jenis struktur yang memiliki lini perintah yang sangat spesifik. Persetujuan dan perintah dari jenis struktur ini berasal dari atas ke lini yang bawah. Struktur ini sesuai untuk organisasi yang kecil seperti kantor akunting atau kantor hukum. Jenis struktur seperti ini memudahkan pengambilan keputusan, dan bersifat informatif. Mereka memiliki departemen yang lebih sedikit, yang membuat seluruh organisasi sangat desentralisasi.
2. Struktur Lini dan Staff – meskipun struktur lini sesuai untuk kebanyakan organisasi, khususnya organisasi yang kecil, tapi tidak efektif untuk organisasi yang lebih besar. Dimana struktur organisasi lini dan staff memainkan perannya. Lini dan struktur menggabungkan struktur lini dimana informasi dan persetujuan berasal dari atas ke bawah, dengan dukungan dan spesialisasi staf departemen. Stuktur organisasi lini dan staff lebih terpusat. Manajer lini dan staff memiliki otoritas pada bawahannya. Pada jenis stuktur organiasai ini, proses pengambilan keputusan menjadi lebih lambat karena lapisan dan panduan yang tipikal, dan jangan melupakan formalitas didalamnya.
3. Struktur fungsional – jenis struktur organisasi ini mengelompokkan orang berdasarkan fungsi yang mereka lakukan dalam kehidupan profesional atau menurut fungsi yang dilakukan dalam organisasi. Bagan organisasi untuk organisasi berbasis fungsional terdiri dari Vice President, Sales department, Customer Service Department, Engineering atau departemen produksi, departemen Akunting dan Administratif .
Struktur Divisional. Ini adalah jenis struktur yang berdasarkan divisi yang berbeda dalam organisasi. Struktur-struktur ini dibagi ke dalam:
1. Struktur produk – struktur sebuah produk berdasarkan pada pengelolaan karyawan dan kerja yang berdasarkan jenis produk yang berbeda. Jika perusahaan memproduksi tiga jenis produk yang berbeda, mereka akan memiliki tiga divisi yang berbeda untuk produk tersebut .
2. Struktur pasar – struktur pasar digunakan untuk mengelompokkan karyawan berdasarkan pasar tertentu yang dituju oleh perusahaan. Sebuah perusahaan bisa memiliki 3 pangsa pasar yang digunakan dan berdasarkan struktur ini, maka akan membedakan divisi dalam struktur.
3. Struktur geografis – organisasi besar memiliki kantor di tempat yang berbeda, misalnya ada zona utara, zona selatan, barat, dan timur. Struktur organisasi mengikuti struktur zona wilayah.
Struktur Matrix
Merupakan struktur, yang menggabungkan struktur fungsi dan produk. Kedua gabungan ini merupakan gabungan terbaik untuk membuat struktur organisasi yang efisien. Ini adalah struktur organisasi yang paling kompleks. Penting untuk menemukan struktur organisasi yang terbaik untuk organisasi, karena penetapan yang keliru akan merusak fungsi organisasi

Sumber : http://fhateh.wordpress.com/2011/01/02/tipe-bentuk-dan-struktur-organisasi-struktur-organisasi-organizational-structure/