Welcome to My Blog

Welcome to my Blog

Rabu, 18 Juni 2014

Prinsip Mengenal Nasabah dan Anti Pencucian Uang


PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN
PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME (APU DAN PPT)
Sebagai salah satu upaya untuk mencegah masuknya uang hasil tindak kejahatan ke dalam industri perbankan, Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan terkait dengan pencucian uang sejak tahun 2001 mengenai Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles). Selanjutnya ketentuan dimaksud disempurnakan pada tahun 2009 dengan mengadopsi rekomendasi dengan standar internasional yang lebih komprehensif untuk mencegah dan memberantas pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme yang dikeluarkan oleh Financial Action Task Force (FATF), yang dikenal dengan Rekomendasi 40 + 9 FATF. Rekomendasi tersebut juga digunakan oleh masyarakat internasional dalam penilaian terhadap kepatuhan suatu negara terhadap pelaksanaan program APU dan PPT. Terdapat penyesuaian terminologi dari sebelumnya menggunakan terminologi “KYC” berubah menjadi terminologi “CDD/Customer Due Dilligence
Seiring dengan perkembangan produk, aktivitas dan teknologi informasi bank yang semakin kompleks dikhawatirkan dapat meningkatkan peluang bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menggunakan produk/jasa bank dalam membantu tindak kejahatannya, Untuk itu, agar penggunaan bank sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme dapat diminimalisir, diperlukan peranan bank yang lebih besar dari sebelumnya yaitu dengan menerapkan Program APU dan PPT yang optimal dan efektif. Penerapan program APU dan PPT oleh bank tidak saja penting untuk pemberantasan pencucian uang, melainkan juga untuk mendukung penerapan prudential banking yang dapat melindungi bank dari berbagai risiko yang mungkin timbul antara lain risiko hukum, risiko reputasi dan risiko operasional.
Selain itu, dalam rangka mewujudkan rezim APU dan PPT yang lebih optimal, Bank Indonesia senantiasa secara aktif dan berkesinambungan melakukan koordinasi dengan instansi terkait antara lain Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) dan universitas. 

Bank DKI Targetkan LABA 2014 Tembus RP 1 Triliun


bdkiJakarta : Meski berbagai prediksi memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2014 hanya akan berada pada kisaran maksimal 5,5%, Bank DKI tetap mencanangkan target pertumbuhan kinerja yang optimis. Penyaluran kredit ditargetkan tumbuh 27,2% dengan memilih sektor yang tidak rentan terhadap guncangan perekonomian Indonesia seperti sektor retail.
Dana Pihak Ketiga ditargetkan tumbuh 37,5 %. “Tahun 2014, Bank DKI juga menargetkan peningkatan aset menjadi Rp 37 triliun dan pencapaian laba psikologis sebesar Rp 1 triliun” demikian disampaikan Eko Budiwiyono, Direktur Utama Bank DKI di Jakarta (11/02).
Untuk mencapai target tersebut, Eko Budiwiyono menuturkan akan membuka 76 kantor dengan rincian 37 Kantor Layanan setingkat Kantor Cabang dan Capem untuk memperkuat basis operasi PT. Bank DKI di wilayah Jabotabek dan beberapa kota besar di Indonesia seperti Medan, Balikpapan, Papua dan Gresik. Selain itu juga akan dioperasionalkan 39 Gerai Usaha Mikro di berbagai wilayah Jabotabek, Surabaya, Solo, Bandung, Makasar, Palembang dan Pekanbaru.
Eko Budiwiyono menuturkan Bank DKI juga akan melakukan ekspansi kredit yang sehat melalui membidik sektor komersial baik korporasi maupun menengah sebagai engine of growth. dan sebagai engine of profitabilitynya kredit konsumer, Seperti Kredit Multi Guna. ”Kredit mikro – retail juga akan terus digalakkan dengan menawarkan produk Monas25, Monas75 dan Monas500 dan dalam skim syariah bernama Laris25, Laris75, dan Laris500.
Untuk meningkatkan pelayanan, Bank DKI juga akan menambah serta menyempurnakan fitur terhadap existing produk dan peluncuran produk ataupun aktivitas baru seperti priority banking, Tabungan bisnis dan lainnya. ”Meningkatkan fee based income terhadap pendapatan operasional melalui berbagai sumber seperti transaksi ATM, Jakcard, Cash Management, aktivitas kliring, RTGS dan KU, money changer, jasa layanan ekspor impor, fee dari kerjasama dengan perusahaan asuransi dan sebagainya” ujar Eko.
Kinerja 2013 Mengesankan, 2014 Kuatkan BPD Regional Champion
Eko Budiwiyono yang juga Ketua Umum ASBANDA juga menuturkan bahwa tahun 2014 akan menjadi tahunBank DKI menjadi Pusat Keunggulan BPD, dimana Bank DKI perlu terus memantapkan kinerjanya sebagai BPD Regional Champion.
Sebagai gambaran, kinerja Bank DKI di tahun 2013 terbilang mengesankan. Laba Bank DKI tumbuh secara signifikan, sebesar 78,37% dari Rp450 miliar di tahun 2012 menjadi Rp803 miliar di tahun 2013. Pertumbuhan total aset Bank DKI juga meningkat sebesar 16,82% dari Rp. 26,62 triliun pada tahun 2012 menjadi Rp.31,09 triliun pada akhir tahun 2013. Penyaluran kredit tumbuh sebesar 35,92% dari Rp14,99 triliun ditahun 2012 menjadi Rp 20,38 triliun di tahun 2013 dengan porsi kredit untuk segmen produktif diatas 50%. Dana pihak ketiga meningkat 7,15% dari Rp20,64 triliun menjadi Rp22,12 triliun di tahun 2013 ini. “Prestasi ini mampu dicapai Bank DKI ditengah kondisi perekonomian tahun 2013 yang terbilang sulit dimana pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada kisaran 5,7% dan ditengah-tengahnya kuatnya tekanan pada Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang meningkat, bersamaan dengan pelemahan nilai tukar rupiah serta realisasi inflasi sebesar 8%” ujar Eko.
Selain itu Bank DKI sepanjang tahun 2013, juga mendapatkan penguatan struktur permodalan dengan adanya penambahan modal disetor dari Pemprov DKI Jakarta. Tercatat, Pemprov DKI Jakarta 2 kali melakukan penambahan modal disetor kepada Bank DKI dengan total tambahan modal sebesar Rp 800 Miliar. Bahkan tahun 2014, Pemprov DKI Jakarta juga telah menganggarkan tambahan modal disetor kepada Bank DKI sebesar Rp 1 triliun.

sumber : http://www.bankdki.co.id/investor-relations/2013-07-19-10-32-49/berita/130-bank-dki-targetkan-laba-2014-tembus-rp-1-triliun

Peringkat Bank DKI Naik Menjadi idAA-


bdkiPT Pemeringkat Efek Indonesia (PT Pefindo) menaikkan rating peringkat Bank DKI dari id A+ menjadi id AA-.  PT Pefindo juga menaikkan rating Obligasi VI tahun 2011 yang belum jatuh tempo dari id A+ menjadi id AA- dan peringkat obligasi Subordinasi II/2011 Seri A dan Seri B yang belum jatuh tempo dari id A menjadi id A+.

Peningkatan peringkat tersebut didorong oleh adanya perbaikan yang berkelanjutan dari profil permodalan dan kualitas aset Bank DKI. Prospek “stabil” ditetapkan atas peringkat Bank. Peringkat tersebut mencerminkan dukungan yang kuat dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai pemegang saham pengendali Bank berupa setoran modal sebesar Rp800 miliar di tahun 2013 dan rencana Pemprov DKI memberikan tambahan modal sebesar Rp 1 triliun di tahun 2014 serta kuatnya pasar captive Bank DKI di Provinsi DKI Jakarta serta profil likuiditas Bank DKI yang kuat. Akan tetapi, peringkat tersebut dibatasi oleh tingkat profitabilitas yang moderat dan sumber pendanaan yang relatif terkonsentrasi. Pefindo menilai Bank DKI memiliki kemampuan untuk melunasi Obligasi Subordinasi II/2011 yang akan jatuh tempo pada bulan Juni 2014 menggunakan arus kas yang dihasilkan dan aset likuidnya.
Direktur Utama Bank DKI, Eko Budiwiyono menyambut positif adanya kenaikan peringkat tersebut. Dijelaskannya, dengan adanya kenaikan rating tersebut, diharapkan akan semakin menaikkan tingkat kepercayaan masyarakat, nasabah dan dunia usaha kepada Bank DKI. Eko menuturkan bahwa pesanan atas Obligasi VI dan Obligasi Subrodinasi II tahun 2011 dengan total nilai sebesar Rp750 Miliar Rupiah mengalami oversubscribed dan dana dari obligasi tersebut telah dimaksimalkan untuk penyaluran kredit. Eko juga menjelaskan bahwa Bank DKI siap melunasi kewajiban Obligasi VI/2011 Seri A senilai Rp125 yang akan jatuh tempo pada 17 Juni 2014.
Eko Budiwiyono menuturkan bahwa tahun 2013 kemarin, Bank DKI menyalurkan kredit sebesar Rp 20,02 triliun, meningkat sebesar 37,57% dari Rp14,55 triliun ditahun 2012. “Pertumbuhan penyaluran kredit ini bahkan berada diatas rata-rata industri perbankan di Indonesia ataupun jika dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan Bank Pembangunan Daerah” ujar Eko.
Bank DKI di tahun 2013 juga memperoleh peningkatan laba yang impresif. Per Desember 2013 Bank DKI mampu mencetak laba sebelum pajak sebesar Rp801 miliar di tahun 2013 tumbuh signifikan 77,61% dari Rp451 miliar di tahun 2012. Pertumbuhan total aset Bank DKI juga meningkat sebesar 15,51% dari Rp. 26,62 triliun pada tahun 2012 menjadi Rp.30,74 triliun pada akhir tahun 2013. Di tahun 2014 Bank DKI menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 27,2% dengan memilih sektor yang tidak rentan terhadap guncangan perekonomian Indonesia seperti sektor retail.
TENTANG BANK DKI :
Bank DKI yang biasa dikenal sebagai bank pembangunan daerah merupakan bank yang sahamnya 99,94% dimiliki oleh Pemprov DKI jakarta dan 0,06% dimiliki oleh PD Pasar Jaya. Bank DKI melayani berbagai jenis jasa dan layanan baik konvensional dan syariah sebagaimana perbankan lainnya, mulai dari produk dana yaitu giro, tabungan monas, tabungan simpeda, tabunganku dan deposito, juga melayani berbagai jenis kredit dan pembiayaan mulai Kredit Investasi, Kredit Modal Kerja, Kredit Multiguna, KPR Griya Monas, serta berbagai kredit untuk UMKM seperti KUMK Monas, Monas 25, Monas 75, Monas 500 dan Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan berbagai kredit-kredit lainnya

sumber : http://www.bankdki.co.id/investor-relations/2013-07-19-10-32-49/berita/133-peringkat-bank-dki-naik-menjadi-idaa

Keuangan Inklusif

SEKILAS
Istilah financial inclusion atau keuangan inklusif menjadi tren paska krisis 2008 terutama didasari dampaknya kepada orang miskin, khususnya di negara berkembang. Pada G20 Pittsbugh Summit dimana para anggota G20 sepakat perlunya peningkatan akses keuangan bagi orang miskin. Sejak itu banyak fora-fora internasional yang memfokuskan kegiatannya pada keuangan inklusif seperti AFI, CGAP, World Bank, APEC, ADB, dan sebagainya. Bahkan pada Toronto Summit tahun 2010, G20 mengeluarkan 9 Principles for Innovative Financial Inclusion sebagai pedoman bagi negara-negara G20 untuk melaksanakan keuangan inklusif. Prinsip tersebut adalah leadership, diversity, innovation, protection, empowerment, cooperation, knowledge, proportionality, dan framework. Meskipun demikian, sampai dengan saat ini tidak terdapat definisi yang baku dari keuangan inklusif. Berbagai institusi telah mencoba untuk mendefinisikannya, diantaranya adalah:
 
“Keadaan dimana semua orang dapat memiliki akses penuh pada layanan keuangan berkualitas yang tersedia dengan harga terjangkau, dalam kondisi yang mudah dan nyaman, serta tetap menjaga martabat klien” (CGAP).
 
“Keuangan inklusif termasuk penyediaan akses ke berbagai layanan keuangan yang aman, nyaman dan terjangkau atau kurang beruntung dan kelompok masyarakat yang rentan, termasuk mereka yang berpenghasilan rendah, masyarakat pedesaan dan orang-orang yang tidak tercatat, yang tidak mendapatkan layanan yang memadai atau dikecualikan dari sektor keuangan formal” (FATF).
 
“Keuangan inklusif didefinisikan sebagai hak setiap individu untuk memiliki akses penuh terhadap layanan keuangan yang berkualitas secara tepat waktu, nyaman, jelas dan dengan biaya terjangkau sebagai penghormatan penuh atas martabat pribadinya. Layanan keuangan diberikan bagi seluruh segmen masyrakat, dengan perhatian khusus pada kelompok miskin berpenghasilan rendah, miskin produktif, pekerja migran, dan masyarakat yang tinggal di daerah terpencil” (Strategi Nasional Keuangan Inklusif).
 
Dari berbagai definisi tersebut, secara umum keuangan inklusif dapat diartikan mengajak orang untuk berbank agar dapat memperoleh produk dan jasa perbankan yang paling dasar seperti tabungan, layanan transfer maupun pinjaman, termasuk dalam hal ini asuransi. Lebih jauh, masyarakat memperoleh jasa dan produk perbankan dimaksud harus dengan harga yang terjangkau, wajar dan transparan. Pada dasarnya, kebijakan keuangan inklusif ditujukan kepada masyarkat dengan pendapatan rendah dan tidak teratur, yaitu menurut World Bank adalah kelompok masyarakat dengan rata-rata pendapatan dibawah $2 (kurang lebih Rp. 20,000) per hari, sehingga sangat rentan akan terjadinya shock karena ketidakpastian cash flow. Masyarakat golongan ini contohnya yang tinggal di daerah terpencil, orang-orang cacat, buruh yang tidak mempunyai dokumen identitas legal, masyarakat pinggiran dan lain-lain. Umumnya mereka adalah masyarakat unbanked, karena berbagai keterbatasan. Dari hasil survei World Bank, berbagai alasan menyebabkan masyarakat dimaksud menjadi unbanked, selain karena rendahnya pendapatan, tetapi juga karena produk layanan perbankan dimaksud terlalu mahal bagi kondisi mereka.
 
Diprediksi, terdapat sekitar 2,5 Milyar orang dewasa atau mencapai 50% jumlah orang dewasa dunia yang tidak mempunyai tabungan di sektor keuangan formal (World Bank). Bahkan ditenggarai pelayanan sektor keuangan kepada masyarakat hanya mencapai rata-rata 41% karena berbagai sebab di atas. Mereka umumnya berada dinegara berkembang, dimana tingkat penetrasi sektor keuangan lebih rendah dari rata-rata tersebut di atas. Sementara itu, pengalaman krisis 2008 telah memberikan pelajaran bagi negara advanced economies, seperti Amerika Serikat, bahwa meskipun angka banked sudah cukup tinggi, namun hal ini perlu diiringi dengan edukasi keuangan yang mulai ditanamkan sejak usia dini untuk mendukung tercapainya stabilitas ekonomi. Krisis keuangan global menunjukkan bahwa masyarakat dengan pengetahuan keuangan yang baik mampu untuk mengambil keputusan keuangan. Hal ini tidak hanya positif bagi kesejahteraan individu semata, namun secara kolektif mampu mendukung stabilitas ekonomi yang lebih luas. Dengan mempertimbangkan berbagai hal yang telah dikemukakan tersebut di atas, terlibatnya seluruh lapisan masyarakat dalam proses pembangunan ekonomi melalui keuangan inklusif merupakan hal yang krusial dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan.
sumber : http://www.bi.go.id/id/perbankan/keuanganinklusif/Indonesia/Contents/Default.aspx

Prinsip Mengenal Nasabah dan Anti Pencucian Uang

PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN
PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME (APU DAN PPT)
Sebagai salah satu upaya untuk mencegah masuknya uang hasil tindak kejahatan ke dalam industri perbankan, Bank Indonesia telah menerbitkan ketentuan terkait dengan pencucian uang sejak tahun 2001 mengenai Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles). Selanjutnya ketentuan dimaksud disempurnakan pada tahun 2009 dengan mengadopsi rekomendasi dengan standar internasional yang lebih komprehensif untuk mencegah dan memberantas pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme yang dikeluarkan oleh Financial Action Task Force (FATF), yang dikenal dengan Rekomendasi 40 + 9 FATF. Rekomendasi tersebut juga digunakan oleh masyarakat internasional dalam penilaian terhadap kepatuhan suatu negara terhadap pelaksanaan program APU dan PPT. Terdapat penyesuaian terminologi dari sebelumnya menggunakan terminologi “KYC” berubah menjadi terminologi “CDD/Customer Due Dilligence
Seiring dengan perkembangan produk, aktivitas dan teknologi informasi bank yang semakin kompleks dikhawatirkan dapat meningkatkan peluang bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menggunakan produk/jasa bank dalam membantu tindak kejahatannya, Untuk itu, agar penggunaan bank sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme dapat diminimalisir, diperlukan peranan bank yang lebih besar dari sebelumnya yaitu dengan menerapkan Program APU dan PPT yang optimal dan efektif. Penerapan program APU dan PPT oleh bank tidak saja penting untuk pemberantasan pencucian uang, melainkan juga untuk mendukung penerapan prudential banking yang dapat melindungi bank dari berbagai risiko yang mungkin timbul antara lain risiko hukum, risiko reputasi dan risiko operasional.
Selain itu, dalam rangka mewujudkan rezim APU dan PPT yang lebih optimal, Bank Indonesia senantiasa secara aktif dan berkesinambungan melakukan koordinasi dengan instansi terkait antara lain Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) dan universitas. 

Sumber : http://www.bi.go.id/id/perbankan/prinsip-mengenal-nasabah/Contents/Default.aspx

Sistem Pembayaran di Indonesia