Welcome to My Blog

Welcome to my Blog

Rabu, 18 Juni 2014

Keuangan Inklusif

SEKILAS
Istilah financial inclusion atau keuangan inklusif menjadi tren paska krisis 2008 terutama didasari dampaknya kepada orang miskin, khususnya di negara berkembang. Pada G20 Pittsbugh Summit dimana para anggota G20 sepakat perlunya peningkatan akses keuangan bagi orang miskin. Sejak itu banyak fora-fora internasional yang memfokuskan kegiatannya pada keuangan inklusif seperti AFI, CGAP, World Bank, APEC, ADB, dan sebagainya. Bahkan pada Toronto Summit tahun 2010, G20 mengeluarkan 9 Principles for Innovative Financial Inclusion sebagai pedoman bagi negara-negara G20 untuk melaksanakan keuangan inklusif. Prinsip tersebut adalah leadership, diversity, innovation, protection, empowerment, cooperation, knowledge, proportionality, dan framework. Meskipun demikian, sampai dengan saat ini tidak terdapat definisi yang baku dari keuangan inklusif. Berbagai institusi telah mencoba untuk mendefinisikannya, diantaranya adalah:
 
“Keadaan dimana semua orang dapat memiliki akses penuh pada layanan keuangan berkualitas yang tersedia dengan harga terjangkau, dalam kondisi yang mudah dan nyaman, serta tetap menjaga martabat klien” (CGAP).
 
“Keuangan inklusif termasuk penyediaan akses ke berbagai layanan keuangan yang aman, nyaman dan terjangkau atau kurang beruntung dan kelompok masyarakat yang rentan, termasuk mereka yang berpenghasilan rendah, masyarakat pedesaan dan orang-orang yang tidak tercatat, yang tidak mendapatkan layanan yang memadai atau dikecualikan dari sektor keuangan formal” (FATF).
 
“Keuangan inklusif didefinisikan sebagai hak setiap individu untuk memiliki akses penuh terhadap layanan keuangan yang berkualitas secara tepat waktu, nyaman, jelas dan dengan biaya terjangkau sebagai penghormatan penuh atas martabat pribadinya. Layanan keuangan diberikan bagi seluruh segmen masyrakat, dengan perhatian khusus pada kelompok miskin berpenghasilan rendah, miskin produktif, pekerja migran, dan masyarakat yang tinggal di daerah terpencil” (Strategi Nasional Keuangan Inklusif).
 
Dari berbagai definisi tersebut, secara umum keuangan inklusif dapat diartikan mengajak orang untuk berbank agar dapat memperoleh produk dan jasa perbankan yang paling dasar seperti tabungan, layanan transfer maupun pinjaman, termasuk dalam hal ini asuransi. Lebih jauh, masyarakat memperoleh jasa dan produk perbankan dimaksud harus dengan harga yang terjangkau, wajar dan transparan. Pada dasarnya, kebijakan keuangan inklusif ditujukan kepada masyarkat dengan pendapatan rendah dan tidak teratur, yaitu menurut World Bank adalah kelompok masyarakat dengan rata-rata pendapatan dibawah $2 (kurang lebih Rp. 20,000) per hari, sehingga sangat rentan akan terjadinya shock karena ketidakpastian cash flow. Masyarakat golongan ini contohnya yang tinggal di daerah terpencil, orang-orang cacat, buruh yang tidak mempunyai dokumen identitas legal, masyarakat pinggiran dan lain-lain. Umumnya mereka adalah masyarakat unbanked, karena berbagai keterbatasan. Dari hasil survei World Bank, berbagai alasan menyebabkan masyarakat dimaksud menjadi unbanked, selain karena rendahnya pendapatan, tetapi juga karena produk layanan perbankan dimaksud terlalu mahal bagi kondisi mereka.
 
Diprediksi, terdapat sekitar 2,5 Milyar orang dewasa atau mencapai 50% jumlah orang dewasa dunia yang tidak mempunyai tabungan di sektor keuangan formal (World Bank). Bahkan ditenggarai pelayanan sektor keuangan kepada masyarakat hanya mencapai rata-rata 41% karena berbagai sebab di atas. Mereka umumnya berada dinegara berkembang, dimana tingkat penetrasi sektor keuangan lebih rendah dari rata-rata tersebut di atas. Sementara itu, pengalaman krisis 2008 telah memberikan pelajaran bagi negara advanced economies, seperti Amerika Serikat, bahwa meskipun angka banked sudah cukup tinggi, namun hal ini perlu diiringi dengan edukasi keuangan yang mulai ditanamkan sejak usia dini untuk mendukung tercapainya stabilitas ekonomi. Krisis keuangan global menunjukkan bahwa masyarakat dengan pengetahuan keuangan yang baik mampu untuk mengambil keputusan keuangan. Hal ini tidak hanya positif bagi kesejahteraan individu semata, namun secara kolektif mampu mendukung stabilitas ekonomi yang lebih luas. Dengan mempertimbangkan berbagai hal yang telah dikemukakan tersebut di atas, terlibatnya seluruh lapisan masyarakat dalam proses pembangunan ekonomi melalui keuangan inklusif merupakan hal yang krusial dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan.
sumber : http://www.bi.go.id/id/perbankan/keuanganinklusif/Indonesia/Contents/Default.aspx

Tidak ada komentar:

Posting Komentar